Satu kali dalam sebuah perjalanan
saya mendengarkan berita di radio. Dalam berita tersebut disampaikan mengenai
sebuah peristiwa yang unik, dimana dirjen dari kementrian kesehatan melakukan
sidak ke rumah-rumah sakit pemerintah, dengan tujuan untuk melihat seberapa
ramahkah pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit pemerintah. Uniknya adalah dirjen ini melakukan sidak dengan jalan menyamar sebagai salah satu pasien dan
ia menemukan bahwa rumah sakit pemerintah seringkali kurang ramah.
Memberikan evaluasi adalah hal yang normal dan
lumrah. Jika kita adalah seorang pengusaha atau seseorang yang dipercayakan
satu jabatan atau divisi tertentu dalam organisasi, maka yang namanya
memberikan “evaluasi” adalah hal yang lumrah dan normal.
Saat mempersiapkan tulisan ini, muncul sebuah
pertanyaan dalam benak saya, “apakah Tuhan juga melakukan hal yang sama dengan
gereja?” Apakah Tuhan selama ini mengevaluasi gereja? Walaupun Tuhan itu tidak
kelihatan, tetapi ia pasti melihat gereja. Tuhan pasti tahu saat orang-orang
Kristen bertengkar satu dengan yang lain saat dalam pelayanan. Tuhan juga pasti
melihat saat dalam ibadah, terkadang menyembah Tuhan asal-asalan dan
sekedarnya. Tuhan juga pasti tahu bagaimana kita
menjalani hidup dalam keseharian kita. Tuhan pasti tahu semuanya itu. Namun pertanyaannya adalah
apakah Tuhan diam saja dengan semua yang dilihatnya ataukah ia sebenarnya terus
mengevaluasi diri kita, kehidupan kita, dan gereja kita?
Kebenaran inilah yang sebenarnya pertama-tama Tuhan
ingin sampaikan kepada jemaat Efesus. Melalui tulisan tangan Yohanes, ada 7
gereja di Asia kecil yang dikirimi surat, salah satunya adalah jemaat Efesus.
Seperti apakah jemaat Efesus itu? Kita tahu bahwa dalam Alkitab
dibicarakan mengenai para rasul; kira-kira siapakah rasul yang dipandang paling
berpengaruh? Para ahli menyebut ada tiga rasul yang dipandang mempunyai
pengaruh paling besar dalam kekristenan, mereka adalah Petrus, Paulus dan
Yohanes. Dua dari tiga rasul yang paling berpengaruh ini pernah menggembalakan
jemaat di Efesus, mereka adalah Petrus dan Yohanes.
Kepada jemaat Efesus, Tuhan pertama-tama
berpesan, lihat ayat 1. “Tulisakanlah kepada malaikat jemaat di Efesus,” yang
dimaksudkan dengan malaikat disini bukanlah mahluk supranatural. Istilah
“malaikat” dalam bahasa ibraninya “malakh” bisa berarti “utusan.” Tuhan minta
kepada Yohanes untuk menyampaikan sebuah pesan kepada orang-orang yang diutus
Tuhan untuk mengembalakan jemaat Efesus yakni para penatua atau pemimpin dan
pengelola jemaat. Apakah pesannya?
“ Inilah Firman dari
Dia yang memegang ketujuh bintang itu dan ketujuh kaki dian emas itu. Bintang
dan kaki dian sebenarnya menunjuk pada hal yang sama yakni menunjuk tentang
gereja namun dengan penekanan yang berbeda, 7 bintang adalah gambaran dari 7
pemimpin jemaat dan 7 kaki dian adalah gambaran dari 7 jemaat Tuhan.”
Tuhan berkata bahwa
Ia itu memegang 7 bintang, artinya Tuhan itu adalah pengendali pengontrol,
pimpinan yang sesunggungnya dari jemaat. Semua pemimpin jemaat tidak berdiri
sendiri, mereka memegang otoritas dari Tuhan dan harus bertanggung jawab kepada
Tuhan juga. Yesus juga adalah Tuhan yang berjalan diantara 7 kaki diannya.
Tuhan itu hadir dan berada ditengah-tengah gerejanya. Semua yang terjadi, semua
yang kita lakukan, semua yang buruk yang ada pada kita semuanya Tuhan lihat.
Ketika Tuhan
mengevaluasi Jemaat Efesus, Ia mendapati bahwa jemaat ini mempunyai kelebihan yang
luar biasa. Tuhan Yesus menyebutkan 3 kelebihan dari jemaat ini.
1.
Jemaat Efesus adalah jemaat
yang memiliki jerih payah dan ketekunan dalam pelayanan (lih. Ay.2).
Tuhan berkata bahwa “Aku tahu segala pekerjaanmu, segala jerih
payahmu [kerja kerasmu] dan ketekunanmu.” Pekerjaan apa yang Tuhan Yesus
maksudkan? Kerja keras apa yang Tuhan bicarakan dan ketekunan apa yang Yesus
sedang sampaikan? Pekerjaan, kerja keras dan ketekunan yang Yesus maksudkan
kemungkinan besar menunjuk pada berbagai pelayanan yang ada dalam jemaat
Efesus. Jika kita membandingkan dengan surat Paulus kepada jemaat Efesus,
Paulus menyebut bahwa dalam jemaat Efesus ada karunia bagi para rasul, para
nabi, pemberita injil, para gembala, dan para pengajar. Jadi setidaknya dalam
jemaat Efesus ada pelayanan pemberitaan firman dalam ibadah, pelayanan
pengajaran, pelayanan pemberitaan injil dan ada pelayanan penggembalaan; dan jemaat Efesus mengerjakan semua tugas pelayanan tersebut bukan
dengan asal-asalan, bukan sekedarnya, bukan seada-waktunya, namun mengerjakan
semua bidang pelayanan tersebut dengan segala kerja keras dan ketekunan.
Pertanyaannya adalah mudahkah melakukan pekerjaan Tuhan, pelayanan
dalam gereja, dengan penuh tanggung jawab, dengan segenap hati dan tenaga
sehingga menghasilkan sebuah kualitas yang baik? Apakah mudah untuk melakukan
itu?
Seorang teman berkata kepada saya bahwa digerejanya sekarang mereka
harus membayar tenaga professional untuk pelayanan music. Cerita ini menarik
perhatian saya, mengapa? sebab gereja tersebut adalah gereja yang sebelumnya
mengandalkan pelayanan yang sifatnya “voluntir.” Lalu saya bertanya kepada
teman saya, mengapa sekarang beralih ke tenaga professional. Lalu teman saya
berkata, jika mengandalkan voluntir, gereja tidak bisa maju, mengapa demikian?
Sebab banyak orang yang melayani, tidak bisa memberikan yang terbaik dalam
pelayanannya karena ada banyak hal yang menuntut mereka untuk lebih
memprioritaskan hal lain dari pada pelayanan, yakni pekerjaan. Itulah sebabnya,
jika gereja mau maju, kata teman saya, kita harus pindah dari voluntir ke
professional.
Terlepas dari setuju atau tidaknya kita dengan pernyataan teman
saya, namun apa yang dikatakan teman saya benar, bahwa memberikan yang terbaik
dalam pelayanan itu sulit. Memberikan kualitas yang sama antara pelayanan dan
pekerjaan adalah hal yang mungkin tidak mudah atau barangkali malah tidak mungkin
dilakukan.
Jadi, jika jemaat Efesus kemudian menjadi jemaat yang bekerja keras
dalam pekerjaan Tuhan, mereka menjadi jemaat yang tekun [tidak gampang ngambek,
tidak gampang mengundurkan diri, tidak gampang "pundung" dalam pelayanan], itu
adalah kualitas yang luar biasa yang ada pada jemaat Efesus.
2.
Jemaat Efesus adalah jemaat
yang tekun dalam mempertahankan ajaran sehat.
Timotius,
salah satu anak rohani Paulus, pernah diminta Paulus untuk mempersiapkan para
penatua yang ada di kota Efesus. Surat 1 Timotius adalah warisan tulisan Paulus
yang memperlihatkan bagaimanakah keadaan jemaat Efesus pada tahun 60-an.
Pada
saat menuliskan surat 1 Timotius, Paulus mengatakan dalam jemaat Efesus ada orang-orang tertentu yang mengajarkan hal-hal yang tidak benar. Orang-orang ini
sibuk mengajarkan tentang bagaimana silsilah dari leluhur Israel, mereka juga
sibuk dalam mengajarkan bahwa dengan memeliharakan hukum-hukum Yahudi seperti
sabat, puasa, dst, orang Kristen akan mengalami “pengalaman-pengalaman
supralamiah” yang menjadikan mereka manusia-manusia yang punya kekuatan ilahi.
Ajaran
ini jelas menyimpang dan berlawanan dengan ajaran sehat. Itulah sebabnya Paulus
kemudian meminta supaya Timotius mengangkat penatua-penatua yang berkualitas
baik dalam hal kepemimpinan, ajaran dan moralitas. Lalu apa yang terjadi
sekitar 25 tahun kemudian? Dalam
Wahyu 2:2b kita melihat bahwa jemaat ini telah berubah. Tuhan berkata mereka
menjadi jemaat yang (i) tidak dapat sabar terhadap orang yang jahat [maksudnya
pengajar sesat]; (ii) mereka menguji orang-orang yang mengaku dirinya rasul
[orang yang menyatakan dirinya mendapatkan wahyu dari Tuhan] dan mereka
berhasil membuktikan bahwa mereka bukanlah rasul.
Kemampuan
jemaat Efesus untuk menguji bahwa orang-orang yang mengatakan dirinya rasul ternyata
adalah guru palsu memperlihatkan bahwa jemaat Efesus adalah jemaat yang tahu
benar ajaran yang sehat dan benar itu seperti apa dan mempertahankan serta
berpegang kepada ajaran tersebut.
Seorang
teman pernah berkata, kalau kita ingin membedakan satu barang itu asli atau
palsu, maka kita perlu membandingkan barang yang palsu dengan yang asli. Jadi,
kita tidak bisa tahu mana yang palsu kalau kita tidak tahu yang seperti apakah
yang asli itu.
Jadi,
jika jemaat Efesus sampai dapat membedakan manakah pengajaran yang benar dan
tidak, manakah ajaran yang sehat dan sesat, manakah ajaran yang bersumber dari
Firman Tuhan atau bukan, mereka pastilah jemaat yang sangat tekun dalam
mempelajari kitab suci, sehingga mereka tahu benar mana yang benar dan mana
yang salah.
Di
sepanjang pengalaman pelayanan saya, ada banyak gereja tidak peduli dengan yang
namanya ajaran. Ada sebuah gereja mengundang seorang pendeta, diawal
pengundangannya, pendeta ini berkata bahwa dia tidak percaya dengan Alkitab apalagi menerimanya sebagai firman Allah, sewaktu pengurus gereja
mendengar pernyataan pendeta ini, apa respons pengurus gereja? Mereka berkata,
tidak apa-apa, toh yang penting pendeta ini rajin besuk dan perhatian pada
jemaat. Melihat sikap yang seperti ini, saya menggelengkan kepala saya sebab sedih melihat bagaimana ada gereja yang tidak peduli dengan ajaran.
Saya
juga pernah mendengar bagaimana ada banyak orang Kristen berkata bahwa kotbah
pengajaran itu dianggap “tidak mendarat,” dianggap “tidak menjawab kebutuhan,”
dianggap “tidak menarik dan tidak diminati.” Bukankah semua perkataan itu
memperlihatkan ada begitu banyak orang yang menganggap pengajaran itu tidak
penting.
Itulah
sebabnya jika jemaat Efesus, mereka berhasil berubah dari jemaat yang toleran,
tidak kuat dalam ajaran, menjadi jemaat yang sangat mengutamakan ajaran, maka
itu adalah perkara yang luar biasa. Bahkan Tuhan Yesus mengakui kelebihan ini.
3.
Jemaat efesus adalah jemaat
yang juga tekun dalam penderitaan.
Di era abad pertama masehi, ada dua kaisar
yang menganiaya orang-orang Kristen. Kasisar pertama adalah Nero. Di zamannya
orang Kristen diburu, oleh karena difitnah Nero telah mendatangkan bencana atas
Roma. Di zaman ini dua rasul mati, Paulus dan Petrus. Kaisar kedua yang tidak
kalah kejam dari Nero, namanya adalah Domitianus. Dizaman ini, banyak orang
Kristen mati digantung, disalibkan, dibakar ataupun dipenggal. Menjadi Kristen
di zaman ini adalah sangat beresiko, seseorang bisa kehilangan segala harta
miliknya sekedar karena mereka menjadi seorang Kristen.
Dalam kondisi yang seperti ini, Tuhan
Yesus berkata “Engkau tetap sabar dan menderita karena namaKu, dan engkau tidak
mengenal lelah.” Artinya, mereka bukan sekedar sabar, namun mereka menjadi
pantang menyerah. Jangankan harta, kepala hilangpun mereka rela.
Adakah jemaat yang seperti ini di zaman
sekarang? Yang ada dan banyak adalah jemaat manja, jemaat yang tidak rela dan
tidak mau bayar harga memang banyak, tetapi jemaat yang seperti Efesus? Saya
rasa sulit mencarinya.
Jemaat Efesus adalah
jemaat yang nyaris sempurna. Pekerjaan pelayanan mereka luar biasa. Pengajaran
mereka dan ketekunan mereka dalam mempertahankan ajaran sehat, luar biasa.
Ketekunan mereka dalam penderitaan, juga luar biasa. Meskipun demikian, ada
satu kekurangan dari jemaat ini. Kekurangan ini adalah sangat serius, sampai
Tuhan berkata, jika mereka tidak mau bertobat, maka Tuhan akan mencabut “kaki
dianmu” dari tempatnya.
Kaki dian adalah
gambaran atau simbol dari gereja. Kehadiran gereja dalam dunia ini seperti kaki
dian. Apakah itu kaki dian? Kaki dian itu adalah tempat lilin yang besar yang
ada di bait Allah. Gereja digambarkan sebagai kaki dian, sebab gereja merupakan
lampu bagi dunia ini. Jadi, jika Tuhan kemudian berkata bahwa ia akan mencabut
kaki dian mereka dari tempatnya, artinya Tuhan itu akan mengangkat mereka dari
dunia ini. Gereja di Efesus akan dihilangkan dari muka bumi ini kalau mereka
tidak bertobat.
Kesalahan apakah yang dilakukan jemaat Efesus hingga
Tuhan berkata seperti itu? Jawabannya ada dalam ay 4 “namun demikian, Aku mencela
engkau karena engkau telah meninggalkan kasihmu yang semula.”
1.
Seperti apakah kasih yang
mula-mula ini?
Ada
seorang pengkhotbah mengartikan kasih yang semula ini sebagai kasih yang
mula-mula. Ia kemudian menggambarkan kasih yang mula-mula itu seperti kasih
seorang pemuda atau pemudi ketika pertama kali jatuh cinta, dimana pemuda atau
pemudi yang demikian biasanya menjadi sangat pengorbanan. Biarpun hujan, tetap
datang untuk menjemput, biarpun banyak kerjaan, kalau ditelpon pasti akan jawab
dengan mesra. Tidak seperti orang yang sudah lama menikah. Kalau pasangan minta jemput, direspons dengan marah-marah dan muka
yang cemberut, kalau ditelpon, diresponi dengan perkataan “ngapain
nelpon-nelpon.” Pertanyaannya
adalah apakah kasih yang semula itu adalah kasih seperti yang pengkhobah tadi
katakan, gejolak perasaan dalam diri muda-mudi saat kali pertama mereka jatuh
cinta, apakah kasih yang semula itu sama dengan kasih yang emosional seperti
cinta kasih dua orang muda-mudi diawal pacaran mereka?
Istilah
mula-mula menggunakan istilah Yunani “protos.” Istilah ini dapat berarti
pertama-tama atau terutama atau terbesar. Sewaktu Yesus berkata bahwa mereka
tidak lagi memiliki kasih yang “protos,” maka yang dimaksudkan menunjuk kepada
kasih yang mulai ada atau mucul dalam diri kita kepada Tuhan saat percaya
Yesus. Saat
kita percaya Yesus, maka kasih yang ada pada kita seharusnya adalah kasih yang
murni. Kasih yang membuat kita rela memberikan apa saja kepada Dia, kasih yang
membuat kita mau dan rela hidup bagi Tuhan.
Kasih
yang seperti inilah yang membuat seorang rela meninggalkan pekerjaannya untuk
menjadi misionaris seperti William Carey, John Sung, Hudson Taylor,
meninggalkan masa depannya dan dunia tempat tinggalnya yang nyaman untuk
memberitakan injil Kristus ke tempat-tempat yang tidak mudah. Kasih yang lahir
saat kita bertobat, itulah yang sesungguhnya menjadi motor pengegerak dalam
hidup kita untuk hidup bagi Tuhan.
2.
Mengapa menginggalkan kasih
yang mula-mula menjadi sesuatu yang begitu serius dimata Tuhan?
Sebab
tanpa kasih, segala sesuatu yang kita lakukan bagi Tuhan hanya akan menjadi
sebuah kewajiban. Tanpa kasih yang sejati pada Tuhan apapun yang kita lakukan,
sekedar akan menjadi tugas bagi kita, dan bukan pelayanan ataupun pengabdian
diri.
Apakah
seseorang bisa setia kepada Tuhan namun tanpa kasih? Seorang anak bisa taat
pada orang tuanya tanpa kasih, namun karena takut dihukum atau untuk
mendapatkan sesuatu. Seorang istri atau suami bisa setia kepada pasangannya
walaupun kasih diantara mereka sudah pudar atau hilang.
Hal
yang sama terjadi dengan jemaat Efesus, mereka masih dapat melakukan hal-hal
yang luar biasa bagi Tuhan. Mereka masih dapat tekun mengerjakan pekerjaan
Tuhan, mereka masih setia pada ajaran yang sehat, mereka masih rela menderita,
namun bukan lagi karena kasih.
Dimata
Tuhan ini adalah perkara yang serius. Mengapa demikian? Paulus dapat menolong
kita menjawab pertanyaan ini. Dalam 1 Korintus 13:1-3. Paulus
menegaskan, tanpa kasih apapun yang kita lakukan, sebesar dan sehebat apapun
itu, tidak ada nilainya. Kenapa? Karena semuanya itu dilakukan bukan lagi
karena kita rela melakukannya, bukan karena kita ingin melakukannya, dan bukan
juga karena kita tergerak untuk melakukannya, namun karena terpaksa, karena
kewajiban, karena tugas.
Apakah yang dapat kita pelajari?
1.
Itulah sebabnya, jika hari ini
kita melakukan sesuatu untuk Tuhan, kita harus bertanya apakah saya melakukan ini
karena saya mengasihi Tuhan?
Kalau hari ini kita beribadah, apakah kita melakukannya karena mengasihi Tuhan, rindu bertemu dengan Tuhan
dalam ibadah? Atau kita beribadah karena kita seorang Kristen, kita merasa wajib untuk beribah, atau kita beribadah karena motif yang lain?
Misalnya supaya tidak dikunjungi, takut dihukum Tuhan, biar dapat teman atau
pergi beribadah karena takut dengan "omelan" istri atau suami? Kalau hari ini
kita beribah bukan karena kita mengasihi Tuhan, Tuhan tidak senang dengan
ibadah kita.
Kalau hari ini kita memuji Tuhan,
memberi persembahan pada Tuhan, terlibat dalam pelayanan, apakah semuanya itu
kita lakukan karena kita mengasihi Tuhan atau karena alasan yang lain? Karena
kewajiban, karena tugas, karena tidak enak sudah diminta pelayanan, atau karena
apa? Kalau motivasi kita bukan karena kita mengasihi Tuhan, Tuhan tidak senang
dengan pelayanan kita.
2.
Tahukah kita bagaimana cara
kita membedakan apakah yang kita lakukan itu adalah karena kasih kepada Tuhan
ataukah tidak?
Dari kualitasnya. Jika kita beribadah karena mengasihi Tuhan, kita
pasti akan memberikan yang terbaik dalam ibadah. Jika kita memuji Tuhan karena
kasih, maka pujian kita pastilah juga yang terbaik. Jika kita melayani Tuhan,
maka pelayanan kita pastilah yang terbaik. Itu kalau kita melakukannya atas
dasar kasih.
Dari omelannya. Jika kita beribadah pada Tuhan atas dasar kasih,
kita tidak akan ngomel saat ibadah agak kepanjangan. Kita pun tidak akan mengomel saat kita harus berpartisipasi dalam pekerjaan Tuhan sebab kita mengasihi Tuhan dan pekerjaan-Nya.
3.
Kita harus tahu bahwa kasih
kepada Tuhan itu bisa hilang atau luntur. Itulah sebabnya adalah hal yang perlu
dan penting untuk terus menerus menghayati kasih Tuhan setiap hari.