Minggu, 29 September 2013

Sempurna Namun Tercela: Surat Kepada Jemaat Efesus (Wah 2:1-5)

Satu kali dalam sebuah perjalanan saya mendengarkan berita di radio. Dalam berita tersebut disampaikan mengenai sebuah peristiwa yang unik, dimana dirjen dari kementrian kesehatan melakukan sidak ke rumah-rumah sakit pemerintah, dengan tujuan untuk melihat seberapa ramahkah pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit pemerintah. Uniknya adalah dirjen ini melakukan sidak dengan jalan menyamar sebagai salah satu pasien dan ia menemukan bahwa rumah sakit pemerintah seringkali kurang ramah.

Memberikan evaluasi adalah hal yang normal dan lumrah. Jika kita adalah seorang pengusaha atau seseorang yang dipercayakan satu jabatan atau divisi tertentu dalam organisasi, maka yang namanya memberikan “evaluasi” adalah hal yang lumrah dan normal.

Saat mempersiapkan tulisan ini, muncul sebuah pertanyaan dalam benak saya, “apakah Tuhan juga melakukan hal yang sama dengan gereja?” Apakah Tuhan selama ini mengevaluasi gereja? Walaupun Tuhan itu tidak kelihatan, tetapi ia pasti melihat gereja. Tuhan pasti tahu saat orang-orang Kristen bertengkar satu dengan yang lain saat dalam pelayanan. Tuhan juga pasti melihat saat dalam ibadah, terkadang menyembah Tuhan asal-asalan dan sekedarnya. Tuhan juga pasti tahu bagaimana kita menjalani hidup dalam keseharian kita. Tuhan pasti tahu semuanya itu. Namun pertanyaannya adalah apakah Tuhan diam saja dengan semua yang dilihatnya ataukah ia sebenarnya terus mengevaluasi diri kita, kehidupan kita, dan gereja kita?

Kebenaran inilah yang sebenarnya pertama-tama Tuhan ingin sampaikan kepada jemaat Efesus. Melalui tulisan tangan Yohanes, ada 7 gereja di Asia kecil yang dikirimi surat, salah satunya adalah jemaat Efesus.

Seperti apakah jemaat Efesus itu? Kita tahu bahwa dalam Alkitab dibicarakan mengenai para rasul; kira-kira siapakah rasul yang dipandang paling berpengaruh? Para ahli menyebut ada tiga rasul yang dipandang mempunyai pengaruh paling besar dalam kekristenan, mereka adalah Petrus, Paulus dan Yohanes. Dua dari tiga rasul yang paling berpengaruh ini pernah menggembalakan jemaat di Efesus, mereka adalah Petrus dan Yohanes.

Kepada jemaat Efesus, Tuhan pertama-tama berpesan, lihat ayat 1. “Tulisakanlah kepada malaikat jemaat di Efesus,” yang dimaksudkan dengan malaikat disini bukanlah mahluk supranatural. Istilah “malaikat” dalam bahasa ibraninya “malakh” bisa berarti “utusan.” Tuhan minta kepada Yohanes untuk menyampaikan sebuah pesan kepada orang-orang yang diutus Tuhan untuk mengembalakan jemaat Efesus yakni para penatua atau pemimpin dan pengelola jemaat. Apakah pesannya?

“ Inilah Firman dari Dia yang memegang ketujuh bintang itu dan ketujuh kaki dian emas itu. Bintang dan kaki dian sebenarnya menunjuk pada hal yang sama yakni menunjuk tentang gereja namun dengan penekanan yang berbeda, 7 bintang adalah gambaran dari 7 pemimpin jemaat dan 7 kaki dian adalah gambaran dari 7 jemaat Tuhan.”

Tuhan berkata bahwa Ia itu memegang 7 bintang, artinya Tuhan itu adalah pengendali pengontrol, pimpinan yang sesunggungnya dari jemaat. Semua pemimpin jemaat tidak berdiri sendiri, mereka memegang otoritas dari Tuhan dan harus bertanggung jawab kepada Tuhan juga. Yesus juga adalah Tuhan yang berjalan diantara 7 kaki diannya. Tuhan itu hadir dan berada ditengah-tengah gerejanya. Semua yang terjadi, semua yang kita lakukan, semua yang buruk yang ada pada kita semuanya Tuhan lihat.

Ketika Tuhan mengevaluasi Jemaat Efesus, Ia mendapati bahwa jemaat ini mempunyai kelebihan yang luar biasa. Tuhan Yesus menyebutkan 3 kelebihan dari jemaat ini.
1.       Jemaat Efesus adalah jemaat yang memiliki jerih payah dan ketekunan dalam pelayanan (lih. Ay.2).

Tuhan berkata bahwa “Aku tahu segala pekerjaanmu, segala jerih payahmu [kerja kerasmu] dan ketekunanmu.” Pekerjaan apa yang Tuhan Yesus maksudkan? Kerja keras apa yang Tuhan bicarakan dan ketekunan apa yang Yesus sedang sampaikan? Pekerjaan, kerja keras dan ketekunan yang Yesus maksudkan kemungkinan besar menunjuk pada berbagai pelayanan yang ada dalam jemaat Efesus. Jika kita membandingkan dengan surat Paulus kepada jemaat Efesus, Paulus menyebut bahwa dalam jemaat Efesus ada karunia bagi para rasul, para nabi, pemberita injil, para gembala, dan para pengajar. Jadi setidaknya dalam jemaat Efesus ada pelayanan pemberitaan firman dalam ibadah, pelayanan pengajaran, pelayanan pemberitaan injil dan ada pelayanan penggembalaan; dan jemaat Efesus mengerjakan semua tugas pelayanan tersebut bukan dengan asal-asalan, bukan sekedarnya, bukan seada-waktunya, namun mengerjakan semua bidang pelayanan tersebut dengan segala kerja keras dan ketekunan.

Pertanyaannya adalah mudahkah melakukan pekerjaan Tuhan, pelayanan dalam gereja, dengan penuh tanggung jawab, dengan segenap hati dan tenaga sehingga menghasilkan sebuah kualitas yang baik? Apakah mudah untuk melakukan itu?

Seorang teman berkata kepada saya bahwa digerejanya sekarang mereka harus membayar tenaga professional untuk pelayanan music. Cerita ini menarik perhatian saya, mengapa? sebab gereja tersebut adalah gereja yang sebelumnya mengandalkan pelayanan yang sifatnya “voluntir.” Lalu saya bertanya kepada teman saya, mengapa sekarang beralih ke tenaga professional. Lalu teman saya berkata, jika mengandalkan voluntir, gereja tidak bisa maju, mengapa demikian? Sebab banyak orang yang melayani, tidak bisa memberikan yang terbaik dalam pelayanannya karena ada banyak hal yang menuntut mereka untuk lebih memprioritaskan hal lain dari pada pelayanan, yakni pekerjaan. Itulah sebabnya, jika gereja mau maju, kata teman saya, kita harus pindah dari voluntir ke professional.

Terlepas dari setuju atau tidaknya kita dengan pernyataan teman saya, namun apa yang dikatakan teman saya benar, bahwa memberikan yang terbaik dalam pelayanan itu sulit. Memberikan kualitas yang sama antara pelayanan dan pekerjaan adalah hal yang mungkin tidak mudah atau barangkali malah tidak mungkin dilakukan.

Jadi, jika jemaat Efesus kemudian menjadi jemaat yang bekerja keras dalam pekerjaan Tuhan, mereka menjadi jemaat yang tekun [tidak gampang ngambek, tidak gampang mengundurkan diri, tidak gampang "pundung" dalam pelayanan], itu adalah kualitas yang luar biasa yang ada pada jemaat Efesus.

2.       Jemaat Efesus adalah jemaat yang tekun dalam mempertahankan ajaran sehat.

Timotius, salah satu anak rohani Paulus, pernah diminta Paulus untuk mempersiapkan para penatua yang ada di kota Efesus. Surat 1 Timotius adalah warisan tulisan Paulus yang memperlihatkan bagaimanakah keadaan jemaat Efesus pada tahun 60-an.

Pada saat menuliskan surat 1 Timotius, Paulus mengatakan dalam jemaat Efesus ada orang-orang tertentu yang mengajarkan hal-hal yang tidak benar. Orang-orang ini sibuk mengajarkan tentang bagaimana silsilah dari leluhur Israel, mereka juga sibuk dalam mengajarkan bahwa dengan memeliharakan hukum-hukum Yahudi seperti sabat, puasa, dst, orang Kristen akan mengalami “pengalaman-pengalaman supralamiah” yang menjadikan mereka manusia-manusia yang punya kekuatan ilahi.

Ajaran ini jelas menyimpang dan berlawanan dengan ajaran sehat. Itulah sebabnya Paulus kemudian meminta supaya Timotius mengangkat penatua-penatua yang berkualitas baik dalam hal kepemimpinan, ajaran dan moralitas. Lalu apa yang terjadi sekitar 25 tahun kemudian? Dalam Wahyu 2:2b kita melihat bahwa jemaat ini telah berubah. Tuhan berkata mereka menjadi jemaat yang (i) tidak dapat sabar terhadap orang yang jahat [maksudnya pengajar sesat]; (ii) mereka menguji orang-orang yang mengaku dirinya rasul [orang yang menyatakan dirinya mendapatkan wahyu dari Tuhan] dan mereka berhasil membuktikan bahwa mereka bukanlah rasul.

Kemampuan jemaat Efesus untuk menguji bahwa orang-orang yang mengatakan dirinya rasul ternyata adalah guru palsu memperlihatkan bahwa jemaat Efesus adalah jemaat yang tahu benar ajaran yang sehat dan benar itu seperti apa dan mempertahankan serta berpegang kepada ajaran tersebut.

Seorang teman pernah berkata, kalau kita ingin membedakan satu barang itu asli atau palsu, maka kita perlu membandingkan barang yang palsu dengan yang asli. Jadi, kita tidak bisa tahu mana yang palsu kalau kita tidak tahu yang seperti apakah yang asli itu.

Jadi, jika jemaat Efesus sampai dapat membedakan manakah pengajaran yang benar dan tidak, manakah ajaran yang sehat dan sesat, manakah ajaran yang bersumber dari Firman Tuhan atau bukan, mereka pastilah jemaat yang sangat tekun dalam mempelajari kitab suci, sehingga mereka tahu benar mana yang benar dan mana yang salah.

Di sepanjang pengalaman pelayanan saya, ada banyak gereja tidak peduli dengan yang namanya ajaran. Ada sebuah gereja mengundang seorang pendeta, diawal pengundangannya, pendeta ini berkata bahwa dia tidak percaya dengan Alkitab apalagi menerimanya sebagai firman Allah, sewaktu pengurus gereja mendengar pernyataan pendeta ini, apa respons pengurus gereja? Mereka berkata, tidak apa-apa, toh yang penting pendeta ini rajin besuk dan perhatian pada jemaat. Melihat sikap yang seperti ini, saya menggelengkan kepala saya sebab sedih melihat bagaimana ada gereja yang tidak peduli dengan ajaran.

Saya juga pernah mendengar bagaimana ada banyak orang Kristen berkata bahwa kotbah pengajaran itu dianggap “tidak mendarat,” dianggap “tidak menjawab kebutuhan,” dianggap “tidak menarik dan tidak diminati.” Bukankah semua perkataan itu memperlihatkan ada begitu banyak orang yang menganggap pengajaran itu tidak penting.

Itulah sebabnya jika jemaat Efesus, mereka berhasil berubah dari jemaat yang toleran, tidak kuat dalam ajaran, menjadi jemaat yang sangat mengutamakan ajaran, maka itu adalah perkara yang luar biasa. Bahkan Tuhan Yesus mengakui kelebihan ini.

3.       Jemaat efesus adalah jemaat yang juga tekun dalam penderitaan.
Di era abad pertama masehi, ada dua kaisar yang menganiaya orang-orang Kristen. Kasisar pertama adalah Nero. Di zamannya orang Kristen diburu, oleh karena difitnah Nero telah mendatangkan bencana atas Roma. Di zaman ini dua rasul mati, Paulus dan Petrus. Kaisar kedua yang tidak kalah kejam dari Nero, namanya adalah Domitianus. Dizaman ini, banyak orang Kristen mati digantung, disalibkan, dibakar ataupun dipenggal. Menjadi Kristen di zaman ini adalah sangat beresiko, seseorang bisa kehilangan segala harta miliknya sekedar karena mereka menjadi seorang Kristen.

Dalam kondisi yang seperti ini, Tuhan Yesus berkata “Engkau tetap sabar dan menderita karena namaKu, dan engkau tidak mengenal lelah.” Artinya, mereka bukan sekedar sabar, namun mereka menjadi pantang menyerah. Jangankan harta, kepala hilangpun mereka rela.

Adakah jemaat yang seperti ini di zaman sekarang? Yang ada dan banyak adalah jemaat manja, jemaat yang tidak rela dan tidak mau bayar harga memang banyak, tetapi jemaat yang seperti Efesus? Saya rasa sulit mencarinya.

Jemaat Efesus adalah jemaat yang nyaris sempurna. Pekerjaan pelayanan mereka luar biasa. Pengajaran mereka dan ketekunan mereka dalam mempertahankan ajaran sehat, luar biasa. Ketekunan mereka dalam penderitaan, juga luar biasa. Meskipun demikian, ada satu kekurangan dari jemaat ini. Kekurangan ini adalah sangat serius, sampai Tuhan berkata, jika mereka tidak mau bertobat, maka Tuhan akan mencabut “kaki dianmu” dari tempatnya.

Kaki dian adalah gambaran atau simbol dari gereja. Kehadiran gereja dalam dunia ini seperti kaki dian. Apakah itu kaki dian? Kaki dian itu adalah tempat lilin yang besar yang ada di bait Allah. Gereja digambarkan sebagai kaki dian, sebab gereja merupakan lampu bagi dunia ini. Jadi, jika Tuhan kemudian berkata bahwa ia akan mencabut kaki dian mereka dari tempatnya, artinya Tuhan itu akan mengangkat mereka dari dunia ini. Gereja di Efesus akan dihilangkan dari muka bumi ini kalau mereka tidak bertobat.

Kesalahan apakah yang dilakukan jemaat Efesus hingga Tuhan berkata seperti itu? Jawabannya ada dalam ay 4 “namun demikian, Aku mencela engkau karena engkau telah meninggalkan kasihmu yang semula.”

1.       Seperti apakah kasih yang mula-mula ini?

Ada seorang pengkhotbah mengartikan kasih yang semula ini sebagai kasih yang mula-mula. Ia kemudian menggambarkan kasih yang mula-mula itu seperti kasih seorang pemuda atau pemudi ketika pertama kali jatuh cinta, dimana pemuda atau pemudi yang demikian biasanya menjadi sangat pengorbanan. Biarpun hujan, tetap datang untuk menjemput, biarpun banyak kerjaan, kalau ditelpon pasti akan jawab dengan mesra. Tidak seperti orang yang sudah lama menikah. Kalau pasangan minta jemput, direspons dengan marah-marah dan muka yang cemberut, kalau ditelpon, diresponi dengan perkataan “ngapain nelpon-nelpon.” Pertanyaannya adalah apakah kasih yang semula itu adalah kasih seperti yang pengkhobah tadi katakan, gejolak perasaan dalam diri muda-mudi saat kali pertama mereka jatuh cinta, apakah kasih yang semula itu sama dengan kasih yang emosional seperti cinta kasih dua orang muda-mudi diawal pacaran mereka?

Istilah mula-mula menggunakan istilah Yunani “protos.” Istilah ini dapat berarti pertama-tama atau terutama atau terbesar. Sewaktu Yesus berkata bahwa mereka tidak lagi memiliki kasih yang “protos,” maka yang dimaksudkan menunjuk kepada kasih yang mulai ada atau mucul dalam diri kita kepada Tuhan saat percaya Yesus. Saat kita percaya Yesus, maka kasih yang ada pada kita seharusnya adalah kasih yang murni. Kasih yang membuat kita rela memberikan apa saja kepada Dia, kasih yang membuat kita mau dan rela hidup bagi Tuhan. 

Kasih yang seperti inilah yang membuat seorang rela meninggalkan pekerjaannya untuk menjadi misionaris seperti William Carey, John Sung, Hudson Taylor, meninggalkan masa depannya dan dunia tempat tinggalnya yang nyaman untuk memberitakan injil Kristus ke tempat-tempat yang tidak mudah. Kasih yang lahir saat kita bertobat, itulah yang sesungguhnya menjadi motor pengegerak dalam hidup kita untuk hidup bagi Tuhan.

2.       Mengapa menginggalkan kasih yang mula-mula menjadi sesuatu yang begitu serius dimata Tuhan?

Sebab tanpa kasih, segala sesuatu yang kita lakukan bagi Tuhan hanya akan menjadi sebuah kewajiban. Tanpa kasih yang sejati pada Tuhan apapun yang kita lakukan, sekedar akan menjadi tugas bagi kita, dan bukan pelayanan ataupun pengabdian diri.

Apakah seseorang bisa setia kepada Tuhan namun tanpa kasih? Seorang anak bisa taat pada orang tuanya tanpa kasih, namun karena takut dihukum atau untuk mendapatkan sesuatu. Seorang istri atau suami bisa setia kepada pasangannya walaupun kasih diantara mereka sudah pudar atau hilang.

Hal yang sama terjadi dengan jemaat Efesus, mereka masih dapat melakukan hal-hal yang luar biasa bagi Tuhan. Mereka masih dapat tekun mengerjakan pekerjaan Tuhan, mereka masih setia pada ajaran yang sehat, mereka masih rela menderita, namun bukan lagi karena kasih.

Dimata Tuhan ini adalah perkara yang serius. Mengapa demikian? Paulus dapat menolong kita menjawab pertanyaan ini. Dalam 1 Korintus 13:1-3. Paulus menegaskan, tanpa kasih apapun yang kita lakukan, sebesar dan sehebat apapun itu, tidak ada nilainya. Kenapa? Karena semuanya itu dilakukan bukan lagi karena kita rela melakukannya, bukan karena kita ingin melakukannya, dan bukan juga karena kita tergerak untuk melakukannya, namun karena terpaksa, karena kewajiban, karena tugas.

Apakah yang dapat kita pelajari?
1.       Itulah sebabnya, jika hari ini kita melakukan sesuatu untuk Tuhan, kita harus bertanya apakah saya melakukan ini karena saya mengasihi Tuhan?

Kalau hari ini kita beribadah, apakah kita melakukannya karena mengasihi Tuhan, rindu bertemu dengan Tuhan dalam ibadah? Atau kita beribadah karena kita seorang Kristen, kita merasa wajib untuk beribah, atau kita beribadah karena motif yang lain? Misalnya supaya tidak dikunjungi, takut dihukum Tuhan, biar dapat teman atau pergi beribadah karena takut dengan "omelan" istri atau suami? Kalau hari ini kita beribah bukan karena kita mengasihi Tuhan, Tuhan tidak senang dengan ibadah kita.

Kalau hari ini kita memuji Tuhan, memberi persembahan pada Tuhan, terlibat dalam pelayanan, apakah semuanya itu kita lakukan karena kita mengasihi Tuhan atau karena alasan yang lain? Karena kewajiban, karena tugas, karena tidak enak sudah diminta pelayanan, atau karena apa? Kalau motivasi kita bukan karena kita mengasihi Tuhan, Tuhan tidak senang dengan pelayanan kita.

2.       Tahukah kita bagaimana cara kita membedakan apakah yang kita lakukan itu adalah karena kasih kepada Tuhan ataukah tidak?

Dari kualitasnya. Jika kita beribadah karena mengasihi Tuhan, kita pasti akan memberikan yang terbaik dalam ibadah. Jika kita memuji Tuhan karena kasih, maka pujian kita pastilah juga yang terbaik. Jika kita melayani Tuhan, maka pelayanan kita pastilah yang terbaik. Itu kalau kita melakukannya atas dasar kasih.

Dari omelannya. Jika kita beribadah pada Tuhan atas dasar kasih, kita tidak akan ngomel saat ibadah agak kepanjangan. Kita pun tidak akan mengomel saat kita harus berpartisipasi dalam pekerjaan Tuhan sebab kita mengasihi Tuhan dan pekerjaan-Nya.

3.       Kita harus tahu bahwa kasih kepada Tuhan itu bisa hilang atau luntur. Itulah sebabnya adalah hal yang perlu dan penting untuk terus menerus menghayati kasih Tuhan setiap hari.