"Dan
tuliskanlah kepada malaikat jemaat di Sardis: Inilah firman Dia, yang memiliki
ketujuh Roh Allah dan ketujuh bintang itu: Aku tahu segala pekerjaanmu: engkau
dikatakan hidup, padahal engkau mati! Bangunlah,
dan kuatkanlah apa yang masih tinggal yang sudah hampir mati, sebab tidak
satupun dari pekerjaanmu Aku dapati sempurna di hadapan Allah-Ku. Karena itu ingatlah, bagaimana engkau telah
menerima dan mendengarnya; turutilah itu dan bertobatlah! Karena jikalau engkau
tidak berjaga-jaga, Aku akan datang seperti pencuri dan engkau tidak tahu pada
waktu manakah Aku tiba-tiba datang kepadamu. Tetapi
di Sardis ada beberapa orang yang tidak mencemarkan pakaiannya; mereka akan
berjalan dengan Aku dalam pakaian putih, karena mereka adalah layak untuk itu. Barangsiapa
menang, ia akan dikenakan pakaian putih yang demikian; Aku tidak akan menghapus
namanya dari kitab kehidupan, melainkan Aku akan mengaku namanya di hadapan
Bapa-Ku dan di hadapan para malaikat-Nya. Siapa bertelinga, hendaklah ia
mendengarkan apa yang dikatakan Roh kepada jemaat-jemaat."
Seorang pakar dalam bidang Perjanjian Baru yang cukup
terkenal bernama R. H. Charles mengatakan dari tujuh gereja yang dikirimi surat
oleh Tuhan Yesus, jemaat Sardis adalah jemaat yang dikritik atau ditegur Tuhan
paling keras. Perkataan Tuhan Yesus misalnya saja “tidak ada satu pun
pekerjaanmu, Aku dapati sempurna dihadapan-Ku,” memperlihatkan betapa seriusnya
persoalan yang ada dalam jemaat Sardis .
Sebelum kita membahas mengenai persoalan utama jemaat Sardis , kita perlu mendiskusikan terlebih dahulu mengenai kota Sardis .
Para arkeolog mengatakan kota Sardis
sebenarnya adalah sebuah kota
yang kaya. Kekayaan kota ini disebabkan karena kota ini menjadi pusat
perdagangan. Oleh karena dalam budaya kuno, mata pencaharian utama kebanyakan
adalah berdagang, maka kota-kota yang menjadi pusat perdagangan, sering kali
menjadi kota-kota yang makmur.
Lalu bagaimanakah keadaan jemaat di kota ini? Walaupun tidak secara eksplisit
atau tertulis dijelaskan mengenai kondisi dari jemaat di kota
ini, namun kita sepertinya dapat melihat bahwa jemaat di kota ini cukup besar. Itulah sebabnya Tuhan
Yesus berkata “Aku tahu segala pekerjaanmu, engkau dikatakan hidup, padahal
engkau mati.” Jadi, jemaat di kota Sardis ini, menurut
perkataan orang ini adalah gereja yang hidup.
Dari kisah ini kita melihat, ada hal yang sama terjadi dengan jemaat di Sardis . Dimata orang-orang
Kristen, memang gereja ini adalah gereja yang hidup. Namun masalahnya adalah
dimata Tuhan ternyata penilaiannya berbeda. Tuhan berkata ‘Aku tahu segala
pekerjaanmu, engkau dikatakan hidup, padahal engkau mati.” Segala
pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan jemaat Sardis
nampaknya dimata manusia adalah pekerjaan-pekerjaan yang hebat dan luar biasa,
namun dimata Tuhan ternyata itu tidak bernilai apa-apa. Dimata manusia, jemaat
ini adalah jemaat yang hidup, namun dimata Tuhan, jemaat ini adalah jemaat yang
mati.
Jadi, janganlah menilai gereja dan kesuksesannya
sekedar menurut kaca mata manusia. Bagi manusia, gereja itu disebut sukses jika
gereja itu barangkali tumbuh jadi gereja yang gedungnya besar, sistemnya rapih,
keuangan atau finansialnya baik, dst. Gereja memang membutuhkan gedung, sistem
dan uang, namun gereja bukanlah sekedar sebuah lembaga yang membutuhkan semua
fasilitas tadi. Gereja adalah sebuah organisme, walaupun gedungnya bagus dan
besar, sistem dan manajemennya baik, keuangannya kuat, namun jika jemaat,
pengurusnya atau majelisnya adalah orang-orang yang hidupnya tidak kudus, maka
gereja itu dimata Tuhan adalah gereja yang mati.
Menurut saya, hal inilah yang juga menjadi sumber persoalan
dari jemaat Sardis .
Mereka adalah jemaat yang larut dalam dosa. Tuhan Yesus berkata bahwa dalam
jemaat Sardis
masih ada orang-orang yang tidak mencemarkan pakaiannya. Dalam budaya Yahudi,
pakaian adalah simbol dari kehidupan yang baru. Jadi, saat Tuhan Yesus berkata
ada orang-orang di kota Sardis
yang tidak mencemarkan pakaiannya, itu berarti dalam jemaat Sardis masih ada orang-orang tertentu yang
memeliharakan kehidupan yang tetap bersih. Perkataan Tuhan Yesus ini, juga
memperlihatkan bahwa dalam jemaat Sardis
ada banyak orang yang tidak lagi menjaga kehidupan mereka untuk tetap kudus
atau bersih dari dosa.
Pertanyaannya adalah mengapa jemaat Sardis bisa mengalami hal yang demikian?
Mengapa sebuah jemaat yang begitu aktif dan dikenal hidup, namun mereka pada
dasarnya adalah jemaat yang sedang mati? Ada
beberapa jawaban yang mungkin menjadi jawabannya. Alasan yang pertama adalah
“ketidaktegasan jemaat” terhadap dosa. Gereja Sardis sepertinya tidak berani
dalam menegakkan yang namanya disiplin gereja yang benar. Akibatnya adalah
pengaruh dosa dalam gereja tidak dapat dilokalisir dan kemudian dosa tertebut
menulari jemaat yang lain. Ketidaktegasan gereja dalam memberikan yang namanya
“disiplin gereja” atau teguran-teguran pada jemaat yang melakukan kesalahan
membuat jemaat Sardis
akhirnya mentoleransikan dosa.
Dalam sebuah gereja, pernah ada
seorang pengurus yang melakukan dosa perselingkuhan. Oleh karena pengurus ini
adalah pengurus yang dipandang sebagai tulang punggung gereja, maka tidak ada
seorang pun yang berani menegur pengurus ini. Semua orang, termasuk para hamba
Tuhannya “pura-pura tidak tahu” dengan dosa dari pengurus ini. Apakah akibat
dari ketidakberanian gereja dalam memberikan teguran atau disiplin gereja
kepada pengurus ini? Akibatnya adalah saat ada pengurus lain melakukan kesalahan,
kemudian di tegur, pengurus itu berani berkata “kenapa saya ditegur
dengan keras,” tetapi bapak itu, maksudnya pengurus gereja yang menjadi tulang
punggung gereja tersebut, melakukan kesalahan kok tidak ada yang berani tegur." Coba lihat, ketidaktegasan gereja dalam menegur kesalahan membuat gereja
kehilangan kewibawaan dalam menegur dosa, akibatnya dosa menjadi merajarela
dalam gereja.
Hal yang demikian sepertinya terjadi dengan jemaat Sardis . Dan hal ini
mengakibatkan jemaat Sardis ,
walaupun secara kegiatan tetap aktif, namun secara kerohanian dan pertumbuhan
karakter merosot hebat. Mereka tidak mempunyai cukup wibawa dan kuasa untuk
menegur dosa-dosa dalam jemaat, dan akibatnya secara kerohanian, moralitas dan
karakter, jemaat-jemaat dalam gereja ini tidak bertumbuh.
Celakanya adalah, dimata Tuhan kondisi ini sangat
buruk. Tuhan marah dengan jemaat ini. Dan Tuhan mempertingatkan jika mereka
tidak bertobat, maka Allah akan menghukum mereka dengan keras. Tuhan akan
membuang mereka dari muka bumi ini, artinya gereja di Kota Sardis akan musnah.
Kepada orang-orang yang masih setia, yang tidak mau berkompromi dengan dosa
baik itu dalam kehidupan masyarakat maupun
bergereja, Tuhan berjanji bahwa mereka akan bersama-sama dengan Kristus
selamanya.
Dari apa yang terjadi dengan jemaat Sardis , kita belajar bahwa yang namanya
disiplin gereja adalah hal yang penting atau utama dalam tugas pelayanan
gereja. Dalam teologi reformasi bahkan ditegaskan bahwa disiplin gereja yang
benar merupakan salah satu ciri dari gereja yang sejati. Jadi jika kita ingin gereja kita tetap menjadi gereja yang sejati dan tidak berubah menjadi gereja
seperti di kota Sardis , kita harus mendoakan gereja kita
supaya berani untuk menegakkan disiplin gereja yang benar. Bukan hanya itu
jemaat juga perlu mendukung gereja saat ia mengambil keputusan untuk memberikan
disiplin gereja kepada jemaat yang melakukan dosa atau kesalahan.
Selain itu, kita harus menjadi
orang-orang Kristen yang mau memberi diri kita untuk didisiplinkan atau ditegur
saat kita jatuh dalam sebuah kesalahan tertentu. Sekarang ini, jemaat-jemaat
Kristen tumbuh menjadi jemaat yang kurang memiliki komitmen dalam gereja
lokalnya, sehingga saat ia ditegur atau diberikan sanksi atau disiplin gereja,
kita gampang menjadi marah, kecewa dan meninggalkan gereja. Kita sering kali
merasa, di dunia ini ada banyak gereja, kalau saya tidak suka dengan gereja
saya, atau kalau saya marah gara-gara ditegur, maka saya tinggal pindah gereja.
Ini sebuah realitas.
Saya berharap kita tidak menjadi jemaat yang demikian, kita
haruslah menjadi jemaat yang tangguh, yang selalu ingat kepada janji setianya
saat diteguhkan menjadi jemaat lokal gereja kita. Bukankah saat kita menjadi anggota
jemaat lokal sebuah gereja, kita selalu menyatakan kesediaan kita untuk menerima segala bentuk pengembalaan yang diberikan termasuk dalamnya disiplin gereja.