Minggu, 27 Oktober 2013

Gereja Duniawai: Surat Untuk Jemaat Laodekia

Dipengaruhi Dunia: Surat Untuk Jemaat Laodekia
WAHYU 3:14-22

Pernahkah anda mendengar ungkapan atau perkataan “mau muntah rasanya.” Ungkapan seperti ini biasanya muncul saat seseorang melihat sebuah realita atau kenyataan yang begitu menyakitkan hati. Saat kita melihat seseorang yang kita hormati dan kagumi, melakukan sesuatu hal yang sangat menyakitkan dan melukai hati kita, mungkin kita bisa berkata “melihat perbuatannya ‘mau muntah rasanya.’ ”Seorang teman yang menjadi dosen sekaligus pengamat sosial dan politik, berkata “mau muntah rasanya mendengar ada orang yang mengklaim bahwa Indonesia adalah negara paling toleran dalam hal agama.”
Ungkapan “mau muntah rasanya” bukanlah ungkapan yang enak di telinga kita. Ungkapan tersebut baru muncul dalam mulut kita, hanya jika kita dalam keadaan begitu kesal karena berhadapan dengan sebuah realitas yang sangat tidak menyenangkan dan menyakitkan hati kita.
Pertanyaannya sekarang adalah pernahkah anda memikirkan, bagaimana seandainya yang berkata atau mengungkapkan “ingin muntah rasanya” itu adalah Tuhan? Pernahkah kita memikirkan, bagaimanakah Tuhan melihat dan menilai hidup kita? Pernahkah kita memikirkan, jika Tuhan mengevaluasi gereja kita dan hidup kita saat ini, apakah yang akan Tuhan katakan? Apakah yang akan kita rasakan jika seandainya Tuhan berkata seperti ini kepada kita “melihat kondisi gereja kita, melihat kualitas jemaat kita, melihat kesetiaan setiap kita dalam mengikut Tuhan, Tuhan berkata “saya mau muntah rasanya”? Kita pasti terkejut dan shok mendengarnya, bukan?
              Respons itulah yang barangkali muncul dalam jemaat Laodikia, shok dan kaget, sebab dalam ay. 16 Tuhan Yesus berkata kepada mereka “karena engkau suam-suam kuku, dan tidak dingin atau panas, Aku akan memuntahkan engkau dari mulutku.” Jika jemaat Laodikia diumamakan sebagai makanan, maka jemaat ini telah menjadi makanan yang busuk, yang tidak enak untuk dimakan, yang membuat perut jadi mual, sehingga pantas untuk dimuntahkan.”
              Perkataan ini sangat keras. Kalaupun Tuhan sampai berkata seperti ini, mesti ada penyebabnya. Dan penyebabnya mestinya adalah perkara yang serius, sehingga Tuhan sampai harus berkata sekeras itu terhadap jemaat laodikia. Apakah persoalan dalam jemaat ini? Jika kita mengamatinya dengan cermat, kita akan menemukan adanya dua persoalan dalam jemaat Laodikia.
A.         Persoalan Jemaat Laodekia
Ada dua persoalan dari jemaat Laodekia. Pertama, dalam ay. 15-16 Tuhan Yesus berkata bahwa jemaat Laodikia “tidak panas atau tidak dingin, mereka suam-suam kuku.” Apakah yang dimaksudkan dengan istilah ini? Apakah yang Yesus maksudkan dengan perkataan ini? Untuk mengerti apa yang dimaksudkan Yesus kita harus sedikit mengetahui keberadaan jemaat Laodikia.
Kota Laodika terletak diantara kota Hierapolis dan Kolose. Kota Hierapolis dikenal dengan sumber-sumber air panasnya yang dapat menolong penduduk dari penyakit kulit. Berbeda dengan kota Hierapolis di kota Kolose terdapat sumber mata air dingin yang sangat jernih dan baik/sehat. Mata air ini dikenal dapat memberikan kesejukan bagi yang haus dan dicari orang untuk kebutuhan minum.
Kota Laodekia karena berada ditengah-tengah antara Hierapolis dan Kolose, mereka menerima aliran air dari dua kota ini, akibatnya air di kota Laodikia menjadi tidak panas ataupun dingin, tetapi suam-suam kuku. Air di kota ini bahkan kemudian menjadi air yang tidak dapat diminum karena kualitasnya yang rendah.
Gambaran kondisi air di kota Laodikia inilah yang kemudian digunakan oleh Tuhan Yesus untuk menggambarkan kondisi keimanan mereka. Sama seperti kondisi air jemaat Laodikia yang tidak panas dan tidak dingin, begitulah dengan jemaat Laodikia di mata Tuhan. Mereka tidak cukup panas seperti air dikota Hierapolis untuk dapat menolong orang yang sakit, namun disisi yang lain, mereka juga juga tidak cukup dingin sepert air kota Kolose yang dapat digunakan untuk memberikan kesegaran bagi orang yang haus dan kebutuhan minum bagi manusia.
Gambaran ini, bahwa jemaat Laodikia yang seperti air yang tidak panas ataupun dingin, mengindikasikan dua hal yang sedang terjadi. Pertama, seperti halnya air di kota Laodikia yang tidak berkualitas, demikianlah kualitas hidup dan keimanan jemaat Laodikia dimata Tuhan. Kualitas hidup dan keimanan mereka--bisa dikatakan--“berada dibawah standard” sehingga tidak layak untuk dipakai Tuhan. Kedua, sama seperti air di kota Laodikia yang tidak lagi berfungsi baik seperti air panas yang dapat memberikan kesembuhan tertentu bagi sakit tertentu, dan juga tidak seperti air dingin di kota Kolose yang dapat berfungsi untuk memberikan kesegaran bagi yang harus, maka jemaat Laodikia telah berubah menjadi jemaat yang kehilangan fungsinya dalam dunia ini.
JIka kita membaca ajaran Tuhan Yesus dalam Matius 5:13-16, kita akan melihat bahwa orang percaya dipanggil Tuhan untuk menjadi garam dan terang dunia. Dalam Matius, Yesus menggunakan metafora garam dan terang untuk menggambarkan peran orang Kristen dalam dunia ini. Sedikit berbeda dengan Matius namun tetap pararel, dalam kitab Wahyu, Yesus menggunakan metafora air untuk menggambarkan peran jemaat Laodikia yang seharusnya.
Ketika mereka dikatakan menjadi seperti air yang tidak cukup panas dan tidak cukup dingin, itu berarti mereka telah jatuh dalam keadaan tidak lagi dapat memberikan fungsi dan kontribusi yang seharusnya bagi dunia ini. Mereka menjadi jemaat yang, dalam bahasa Matius, sudah mulai tidak asin lagi dan terang mereka sudah mulai jadi redup.
            Dua kondisi inilah yang membuat Tuhan merasa muak dan ingin muntah saat melihat jemaat Laodikia. Mereka tidak lagi memiliki kualitas yang baik dalam mengikut dan melayani Tuhan, mereka bahkah telah kehilangan peran dan fungsinya dalam dunia ini. Pertanyaannya, apakah gereja yang mulai kehilangan kualitas, fungsi dan panggilannya dalam mengikut dan melayani Tuhan itu hanya terjadi dengan jemaat Laodikia?
            Bagaimana dengan kekristenan di Indonesia dan di Bandung ini? Apakah kekristenan, kehidupan dan pelayanan kita kepada Tuhan sudah berkualitas? Apakah kita juga sudah memenuhi panggilan, peran dan dan fungsi kita dalam dunia ini? Menjadi orang Kristen yang menggarami dan menerangi dunia, menjadi orang Kristen yang seperti air panas yang dapat memberikan kesembuhan sepertinya air di kota Hierapolis? dan menjadi seperti air dingin dari kota Kolose yang menyejukan serta dibutuhkan banyak orang yang sedang dahaga dengan kebenaran? Atau kita ini justru telah menjadi seperti jemaat Laodikia. Kualitas kita dalam mengikut dan melayani Tuhan sangat rendah. Jangankan merenungkan Firman Tuhan di rumah, di gerejapun kita tidak mau memberikan perhatian lebih dan tidak mau bayar harga untuk dengar Firman Tuhan. Jangankan melayani Tuhan di luar sana, dalam gereja saja kita tidak bisa memberikan yang terbaik. Saat beribadah kita asal-asalan, saat melayani kita memberikan sekedarnya, tidak mau bayar harga atau bahkan menjadi orang yang tidak mau melayani. Jika kekristenan kita seperti ini, kita tidak beda dengan jemaat Laodikia. Itu berarti Tuhan juga muak dan ingin muntah dengan kekristenan kita.
Persoalan kedua dalam jemaat Laodikia ada dalam ay. 17. Tuhan Yesus berkata bahwa (i) mereka ini telah memperkaya diri mereka dalam segala hal sehingga tidak kekuarangan apa-apa, padahal kata Yesus, engkau itu miskin dan melarat, telanjang serta buta.
            Laodikia adalah adalah kota bisnis yang penting, Kota ini dikenal sebagai tempat penyimpanan uang atau emas. Kota Laodikia juga dikenal sebagai kota penghasil kain yang terbaik, ini membuat Laodikia menjadi “kota textile” dimana penduduk kota ini tidak pernah kekurangan pakaian yang bagus. Di Laodikia juga terdapat pusat pengobatan mata, dimana orang-orang yang sakit mata berobat.
            Saya yakin waktu Yesus mengutip perkataan mereka “Aku kaya, dan aku telah memperkaya diriku dan tidak kekurangan apa-apa,” ini memang adalah sebuah realita bahwa jemaat Laodikia secara lahiriah bertumbuh menjadi jemaat yang kaya secara ekonomi dan mapan dalam hal kekuangan. Kondisi kota yang maju membuat jemaat Laodikia turut menikmati kemajuan dan kemakmuran dalam hal materi. Meskipun demikian persoalannya adalah kekayaan dan kemapanan materi mereka ternyata tidak diiringi dengan kekayaan dan kemapanan dalam keimanan dan kedewasaam rohani dalam Tuhan. Lebih celaka lagi, Yesus mengatakan bahwa mereka ini tidak sadar bahwa diri mereka sebenarnya miskin, telanjang dan buta.
            Hal ini sungguh ironis, mereka tidak sadar bahwa walaupun mereka kaya, namun sesungguhnya miskin dan melarat; walaupun kelihatan berpakaian indah, namun telanjang dihadapan Tuhan, walaupun nampak sehat, namun sebenarnya sakit parah.
            Jika kita melihat kondisi ini, kita melihat hal yang memprihatinkan bukan. Namun, ada satu hal yang lebih memprihatinkan lagi, jika kita membaca ay. 20 di sana dikatakan “Yesus berdiri dimuka pintu dan mengetok,” perkataan ini mengindikasikan bahwa selama ini Yesus tidak berada dalam jemaat Laodikia.
            Sewaktu saya memikirkan Ini, ini sangat memprihatinkan bahkan mengerikan. Di gereja dimana disana terdapat banyak kelimpahan, mungkin disana ada berbagai fasilitas, disana ada berbagai kemewahan, namun di sana tidak ada Tuhan. Ini kebalikan dari jemaat Smirna, mereka miskin, mereka tidak mempunyai kekayaan yang berlimpah, mereka mungkin tidak memiliki kemewahan, mereka tidak memiliki apa yang dimiliki jemaat Laodikia, namun Tuhan ada disana.
            Mengapa hal ini bisa terjadi? Orientasi hidup mereka adalah “dunia dan mereka tidak sadar bahwa mereka adalah orang yang sudah menjadi “duniawi.” Mengapa orientasi jemaat Laodikia jadi demikian? Jawabannya adalah mereka terjebak untuk menjadikan “diri kita sendiri” sebagai orientasi dan pusat hidup. Dalam ay. 17, berulang kali jemaat Laodikia menggunakan istilah “Aku” dan orientasi pencariaan hidup mereka pada dasarnya adalah “kebutuhanku akan materi.”
Apakah yang akan terjadi saat kita memusatkan hidup kita pada diri sendiri dan bukan Tuhan? Yang akan terjadi adalah (i) kita akan terus berusaha membahagiakan hidup kita bukan? Kita akan kejar kekayaan sebanyak-banyaknya, kita akan kejar pendidikan setinggi-tingginya, kita akan kejar kekuasaan sebesar-besarnya, kita akan kejar segala hal yang kita yakin akan membahagiakan diri kita. (ii) Saat kita menjadikan diri kita sebagai orientasi hidup, kita akan pernah memuliakan dan mengtuhankan Yesus dalam hidup kita.
Tuhan Yesus memperingatkan kita bahwa kita tidak bisa mengabdi pada dua tuan. Kita tidak dapat mengabdi kepada Tuhan dan kepada mammon (uang). Ada pepatah mengatakan “uang itu adalah hamba yang baik namun tuan yang jahat.” Kita semua butuh uang, namun apakah yang terjadi saat uang memperhamba kita? Kita akan jadi budaknya uang, bekerja siang dan malam untuk uang. Semuanya ini berakar pada apa? Pada kejatuhan kita saat menjadikan diri sendiri orientasi dan pusat hidup.
Yakobus juga pernah memperingatkan bahwa persahabatan dengan dunia adalah permusuhan dengan Allah. Rasul Yohanes menegaskan bahwa murid-murid Tuhan dipanggil dan diutus Tuhan untuk masuk kedalam dunia, artinya untuk mempengaruhi dunia. Namun apakah akibatnya, saat yang terjadi adalah sebaliknya, justru dunia yang masuk dalam gereja; Apakah yang akan terjadi saat system dunia, yang rusak, berdosa dan korup masuk dalam pengelolaan gereja? Apakah yang terjadi saat materialism masuk dalam gereja? Yang yang terjadi saat jiwa “egoism” masuk dalam kehidupan orang percaya? Yang terjadi adalah kita menjadi seperti jemaat Laodikia.
Kita akan mulai kehilangan kualitas kita sebagai umat Tuhan, kehilangan fungsinya sebagai umat Tuhan, dan kehilangan sensitifitasnya atas dosa. Kita menyangka diri kita baik-baik saja, kita menyangka diri mereka sehat, padahal kita sesungguhnya sakit, miskin, dan telanjang.
B.         Solusi dari Persoalan Jemaat Laodekia
Dalam ay. 18, Yesus menasehatkan supaya jemaat Laodikia membeli emas yang murni dari Tuhan yang akan memberikan kepada mereka kekayaan sejati, supaya mereka membeli dari Tuhan pakaian putih supaya mereka tidak lagi telanjang, dan balsam mata supaya mereka tidak lagi buta.
Apakah maksud Yesus disini? Tentu bukan maksud Yesus berkata bahwa ia adalah seorang pedagang emas, baju dan belsem. Perkataan Yesus ini tidak dapat diartikan secara harafiah. Jemaat Laodikia selama ini sudah memiliki berbagai kekayaan, mereka punya emas, mereka mempunyai baju-baju yang bagus, dan mereka menjadi tempat dimana orang sakit mata bisa disembuhkan. Meskipun demikian, secara rohani mereka dalam keadaan yang sebaliknya, mereka miskin, telanjang dan buta. Itulah sebabnya Yesus menawarkan kepada mereka kekayaan yang sejati, pakaian yang sejati, dan obat yang sejati. Namun, untuk mendapatkannya mereka harus datang kepada Yesus, mencari Yesus dan menjadikan Yesus sebagai sumber hidup mereka.
Jika selama ini yang mereka kejar dan beli adalah kekayaan dunia ini, maka sekarang Yesus meminta supaya mereka mengejar kekayaan surgawi, jika sebelumnya mereka mengejar dan membeli pakai-pakaian jasmani yang indah, sekarang Yesus meminta mereka mengejar pakaian-pakaian rohani, jika selama ini mereka berusaha menjaga kesehatan mata jasmani mereka, sekarang Yesus meminta mereka menjaga kesehatan mata rohani mereka. Dengan kata lain, jika selama ini mereka memiliki orientasi hidup untuk mengejar dunia, maka sekarang mereka harus berubah, yang mereka harus kejar, cari, dan dapatkan adalah Tuhan.
Mengapa Tuhan harus jadi yang utama? Mengapa Tuhan harus jadi prioritas? Dalam Kolose 1:16 dituliskan ‘Segala sesuatu dicipta oleh Dia dan untuk Dia.” Dalam Efesus 1:4 Paulus menegaskan bahwa kita ini didalam Kristus dipilih Allah sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat dihadapan-Nya.” Dalam Efesus 4:16 ditegaskan Paulus bahwa Yesus adalah kepala gereja, dalam Yesuslah semua anggota tubuh menerima pertumbuhan.
Jadi, kenapa kita harus hidup bagi Tuhan, mengorientasikan hidup pada Tuhan, mendedikasikan hidup pada Tuhan? Sebab kita memang dipanggil untuk HIDUP DALAM TUHAN, dan dalam HIDUP DALAM TUHAN-lah hidup kita akan bertumbuh, berbuah dan berbahagia.
Solusi yang kedua terdapat dalam ay. 19-20. Jemaat Laodikia diminta untuk merelakan dirinya untuk ditegur dan membuka hatinya bagi Yesus dan untuk hidup bersama dengan Kristus. Perhatikan apa yang dikatakan oleh Tuhan Yesus, ia bukan sekedar mengetuk, namun berbicara. Jadi, cara Tuhan menegur adalah melalui suara-Nya, melalui firman Tuhan.
Selama kita menjadi jemaat yang keras hati, tidak bisa menerima teguran demi teguran firman Tuhan, kita tidak akan pernah bisa berubah. Yesus menegaskan bahwa ia selalu mengetuk pintu hati kita, mengapa demikian? Sebab ia bukan Allah yang memaksakan kehendak. Ia tidak pernah berkerja dalam mengubahkan kita sendirian, ia akan berkerja bersama-sama dengan kita. Perhatikan apa yang Yesus katakan, jika mereka membuka hati dan hidup mereka bagi Yesus, maka Yesus akan masuk menadapatkannya dan orang itu akan bersama-sama dengan Yesus dan Yesus bersama-sama dengannya. Artinya, orang tersebut akan disertai dan dipimpin hidupnya oleh Yesus.
C.         Janji Tuhan atas jemaat Laodekia
              Dalam ay. 21, Tuhan berjanji bahwa barang siapa menang, maksudnya barangsiapa taat kepada Tuhan, ia duduk bersama-sama dengan Tuhan. Dalam Wahyu 21, gambaran yang sama digunakan untuk memperlihatkan keberadaan kita kelak dalam langit dan bumi yang baru.
            Perkataan Yesus menjadi janji sekaligus peringatan. “Siapa berubah, siapa benar-benar dan sungguh-sungguh mengikut Yesus dan melayani Yesus dalam hidupnya,” akan mamiliki langit dan bumi yang baru. Namun siapa tidak berubah, siapa yang menjadi orang Kristen yang tidak sungguh-sungguh hidup bagi Tuhan, ia tidak akan pernah memasuki langit dan bumi yang baru.
              Salah satu tema sentral dalam kitab wahyu adalah kesetiaan. Hanya orang yang setia, yang merupakan umat Tuhan yang sejati. Hanya orang yang setia, yang akan benar-benar hidup bagi Tuhan, mendedikasikan setiap aspek hidupnya bagi Tuhan. Dan hanya orang-orang seperti ini yang akan hidup dalam langit dan bumi yang baru.
D.        Penutup
Menjadi orang Kristen tidak bisa separuh-separuh. Kita tidak bisa menjadi orang Kristen yang menginjakkan kakinya baik dalam kerajaan Allah maupun dalam kerajaan dunia/dosa. Tentu hal ini tidak berarti bahwa kita tidak boleh berkarya dalam dunia ini. Yang saya maksudkan sengan tidak menginjakkan kaki dalam kerajaan dunia/dosa adalah tidak hidup dengan cara, pola, dan pemikiran yang sama dengan dunia ini.
Di sisi yang lain, Yesus menuntut adanya komitmen total dari orang yang mau mengikut Dia. Inilah arti “percaya” atau “iman” kepada Yesus yang dilupakan banyak orang Kristen. Kita cenderung memahami “percaya kepada Yesus” dalam konteks menerima sesuatu dari Tuhan. Namun percaya kepada Yesus, bukan hanya memiliki satu aspek, yakni menerima keselamatan, namun ada aspek lain yang juga penting yakni menyerahkan “kuasa,” “kendali” dan “totalita” hidup kita kepada Tuhan. Inilah artinya menerima Yesus bukan saja sebagai juru selamat, namun sebagai Tuhan dalam hidup kita.
“Siapa Bertelinga, hendaklah ia mendengarkan apa yang dikatakan Roh kepada jemaat-jemaat.” Taatilah firman Tuhan, maka hidup kita akan diberkati “dunia dan akhirat.”