8 "Dan tuliskanlah kepada malaikat jemaat di Smirna: Inilah
firman dari Yang Awal dan Yang Akhir, yang telah mati dan hidup kembali: 9Aku
tahu kesusahanmu dan kemiskinanmu--namun engkau kaya--dan fitnah mereka, yang
menyebut dirinya orang Yahudi, tetapi yang sebenarnya tidak demikian:
sebaliknya mereka adalah jemaah Iblis. 10Jangan takut terhadap apa
yang harus engkau derita! Sesungguhnya Iblis akan melemparkan beberapa orang
dari antaramu ke dalam penjara supaya kamu dicobai dan kamu akan beroleh
kesusahan selama sepuluh hari. Hendaklah engkau setia sampai mati, dan Aku akan
mengaruniakan kepadamu mahkota kehidupan. 11Siapa bertelinga,
hendaklah ia mendengarkan apa yang dikatakan Roh kepada jemaat-jemaat:
Barangsiapa menang, ia tidak akan menderita apa-apa oleh kematian yang
kedua."
Dari penjelasan
kitab suci kita mendapati bahwa jemaat Smirna adalah jemaat yang mengalami aniaya.
Aniaya yang mereka alami dibahasakan atau dijabarkan dengan 4 istilah yakni kemiskinan,
kesusahan, fitnahan dan kematian. Bila jemaat Smirna hidup dalam kemiskinan,
hal ini cukup aneh sebab, kota Smirna menurut catatan sejarah adalah kota yang
amat makmur, makanya sungguh mengherankan bila ternyata di kota yang makmur
ini, ternyata orang-orang Kristen malah hidup melarat alias miskin. Mengapakah
orang Kristen di kota Smirna ini bisa miskin, padahal kota mereka sebenarnya
kaya?
Kemungkinan hal ini disebabkan
karena deskriminasi dalam perekonomian yang dialami oleh jemaat Smirna. Kita
harus tahu bahwa menjadi Kristen di era gereja mula-mula tidak mudah sama
sekali. Bukanlah sebuah rahasia bahwa seorang Kristen bisa ditangkap, harta
bendanya di sita oleh pemerintah dan tidak sedikit diantara mereka akhirnya
dijual sebagai budak; atau bisa juga terjadi, ada banyak orang di kota Smirna
tidak mau berdagang dengan orang-orang Kristen sebab mereka adalah orang-orang
yang jujur, tidak mau berlaku curang sehingga diangap tidak bisa diajak kerja
sama, terlalu kaku, tidak mau menyuap ataupun disuap. Hal inilah yang
menyebabkan mereka akhirnya kehilangan banyak kesempatan untuk mendapatkan
kekayaan dalam dunia ini, oleh sebab itulah mereka menjadi sangat miskin.
Jemaat ini juga dikatakan
mengalami segala macam kesusahan bahkan terancam dengan kematian. Kesulitan yang
dialami jemaat Smirna nampaknya juga terkait dengan orang-orang Romawi. Dalam
ayat 10b dikatakan sesungguhnya iblis
akan melemparkan beberapa orang diantara kamu kedalam penjara supaya kamu
dicobai dan kamu akan beroleh kesusahan selama 10 hari. Istilah Iblis
disini menunjuk pada musuh-musuh Allah yakni orang-orang Roma. Ada sebuah
kemungkin dimana pemerintah Roma di zaman kepenulisan wahyu ini, mereka
menuntut semua orang menyembah Kaisar sebagai Tuhan. Jemaat Tuhan di Smirna
nampaknya adalah jemaat yang berani bayar harga. Resiko apapun mereka mau
tanggung asal tidak melakukan sebuah penyembahan berhala. Hal inilah yang
nampaknya membuat orang percaya sampai dipenjarakan.
Kesulitan yang ketiga
disebabkan karena fitnahan orang-orang Yahudi. Orang-orang Yahudi di seluruh
Asia kecil sering tidak menyukai pengikut Yesus bahkan sering berlaku jahat
dengan jalan menjerumuskan orang-orang Kristen ke tangan orang Roma. Orang Yahudi
semasa pemerintahan Roma, mereka diijinkan untuk tidak melakukan penyembahan
pada kaisar. Problemnya, ternyata ada banyak orang Yahudi ini karena
ketidaksukaannya sehingga mereka melaporkan orang-orang Kristen kepada
pemerintah Roma supaya ditangkap dengan dasar tidak mau menyembah kaisar. Pernah
dalam catatan sejarah gereja dicatat bahwa sewaktu Polikarpus ditangkap untuk
dimintai meyangkali Yesus atau dibakar, dalam catatan gereja dikatakan justru
orang Yahudilah yang meminta paling keras untuk menghukum mati orang Kristen.
Dari apa yang
terjadi dengan jemaat Smirna kita belajar bahwa jemaat yang benar pasti akan
mengalami kesukaran dalam dunia ini. Sebuah contoh kongkrit, panggilan gereja
adalah memberitakan firman dengan benar. Apakah gereja bertugas untuk membuat
ceramah seputar kepemimpinan, ceramah seputar pengembangan diri, politik dst? Mungkin
hal tersebut baik, namun bagi saya tidak, tugas utama gereja bukanlah hal-hal
tersebut, gereja haruslah setia dalam mengabarkan injil dan setia mengajarkan
firman kepada umat-umat Tuhan. Meskipun demikian, bila gereja benar-benar
memfokuskan diri pada pemberitaan injil dan pengajaran firman yang benar,
realitanya adalah akan timbul respon-respon yang kurang sedap/kurag enak
didengar dimana gereja dianggap kuno, tidak mengikuti trend, tidak “up to date,”
tidak menjawab pergumulan dst. Oleh sebab itulah, bila tidak hati-hati, gereja
akan tergoda untuk tidak lagi setia pada panggilan utamanya tetapi berkompromi,
berubah, bergeser mengikuti segala ‘trend’ yang ada dalam dunia ini. Alasan
yang sering diungkapkan terkait dengan realita ini adalah bila gereja tetap
konsisten dengan tugasnya yang seperti tadi, takutnya gereja bisa ditinggalkan
oleh jemaatnya.
Selain gereja, orang
percaya yang benar-benar hidup benar dalam dunia ini pasti akan juga mengalami
kesukaran. Misalnya saja, seorang pekerja yang ingin benar-benar hidup sesuai
kehendak Tuhan akhirnya ia bisa di musuhi teman-temannya sebab ia tidak bisa
diajak kongkalikong. Seorang
Mahasiswa juga begitu, karena konsisten dengan pilihannya untuk menjalani
perkuliahannya dengan tanpa kompromi dengan dosa, akhirnya dibilang sok suci,
munafik, dsb.
Apa yang Tuhan inginkan dari
jemaat Smirna sewaktu mereka dalam penderitaan: Ada dua hal yang Tuhan inginkan
dari jemaat Smirna dalam mengahadapi penderitaan mereka yakni:
Pertama,
Tuhan
meminta supaya jemaat ini tidak takut dengan apa yang mereka alami. Dalam ayat
3 dikatakan jangan takut terhadap apa
yang engkau harus derita. Setelah berkata Aku tahu kesusahanmu, kemiskinanmu, fitnahan yang kamu alami lalu
Tuhan berkata jangan takut.
Apakah maksud dari perkataan
ini? Apakah realistis, ditengah segala kesusahan, kemiskinan fitnahan dan
penderitaan, Tuhan malah berkata, jangan
takut. Bukankah Tuhan seharusnya berkata aku mengerti segala ketakutanmu… bukan malah perkataan jangan takut… . Untuk bisa mengerti
pergumulan ini kita harus memahami dahulu arti dari istilah ‘jangan takut’
disini. Lawan dari takut adalah berani. Jadi istilah jangan takut dapat juga
disejajarkan dengan istilah ‘harus berani.’ Tetapi jika istilah ‘jangan takut’
disini hanya dimenegerti dengan istilah ‘harus berani’ maka jawaban Tuhan Yesus
terhadap pergumulan jemaat Smirna tetap kurang menjawab pergumulan mereka. Maksud
dari perkataan jangan takut disini memiliki
arti ‘berimanlah.’ Bila saya memperhatikan beberapa perkataan jangan takut
dalam Alkitab, sering kali istilah ini dikontraskan dengan gagasan iman. Jadi,
Tuhan mengatakan dalam menghadapi semua penderitaan itu, maka jemaat smirna
harus menghadapinya dengan ‘iman,’ dengan ‘penyerahan diri yang penuh’ kepada
Tuhan.
Tentu istilah beriman
itu berbeda dengan ‘menyerah’ dalam pengertian ‘hopeless’ yang ditandai dengan
perkataan ya udahlah… atau berkataan abis gimana lagi… dst. Tuhan tidak
meminta kita dalam mengahadapi kesusahan, penderitaan, fitnahan tersebut, yang
menjadi konsekuensi dari keberimanan kita, dengan ‘hopeless’ tetapi harus
dengan iman. Iman itu berarti dua hal yakni a) ‘percaya’ kepada kuasa Tuhan’
yang mampu tolong mereka lepas dari penderitaan mereka b) ‘percaya kepada
kedaulatan Tuhan’ dalam mengijinkan semua yang mereka alami dan menentukan
sampai kapan mereka harus melalui penderitaan tersbut. Tuhan ingin dalam
menghadapi penderitaan, jemaat Smirna menghadapinya dengan iman yang seperti
tadi.
Hal kedua yang Tuhan dari jemaat Smirna yang
sedang menderita adalah supaya jemaat ini setia
sampai mati. Dalam ayat 10 bagian akhir Tuhan berkata hendaklah engkau setia sampai mati dan Aku akan mengaruniakan kepadamu
mahkota kehidupan.
Istilah setia disini
menggunakan kata ‘pistos’ yang memang punya dua nuansa arti. Nuansa pertama
adalah ‘kesetiaan’ sementara itu nuansa kedua adalah ‘keberimanan.’ Jadi
perkataan setialah sampai mati juga
bisa berarti ‘berimanlah sampai mati.’ Jadi, ditengah-tengah segala
penderitaan, penganiayaan dan fitnahan yang telah terjadi dan akan terjadi umat
Tuhan di kota Smirna diminta untuk tetap percaya kepada Tuhan sampai mereka
mati. Tuhan mengingatkan siapa menang, mereka tidak akan menderita oleh
kematian yang kedua. Ini adalah sebuah janji sekaligus peringatan.
Kunci keberhasilan orang
percaya dalam menghadapi penderitaan ataupun kesusahan dalam dunia ini sebagai
konsekuensi pengikutan kita kepada Tuhan adalah dengan menjalani atau
melewatinya dengan iman, dengan penyerahan diri yang penuh atau total pada
Tuhan.
Sekarang mari kita melirik
kepada kehidupan kita dibelakang. Kita tahu sebagai orang percaya kitapun tidak
luput dari konsekuensi iman kita, yakni segala kesulitan yang akan muncul jika
kita tetap setia kepada Tuhan dan tidak mau ikut-ikutan kompromi dengan
ketidakbenaran. Pertanyaannya adalah apakah sewaktu kita berhadapan dengan
pilihan yang beresiko kita tetap pilih Tuhan. Mungkin sewaktu kita berhadapan
dengan pilihan yang tanpa resiko, kita bisa dengan mudah pilih setia pada
Tuhan. Tapi jika pilihan tersebut beresiko, apakah kita tetap setia pilih
Tuhan.
Sebagai contoh, saya
mengenal ada seorang pengusaha alat-alat listrik. Orang ini adalah orang
percaya dan ia tahu bahwa dalam menjalankan usahanya dalam dunia ini, ia mesti
jujur dan tidak melakukan suap demi alasan apapun. Tetapi bisnis yang
ditekuninya mengharuskan ia bersikap ‘royal’ dalam pengertian, suka ngajak
makan, suka memberi hadiah-hadiah atau hal-hal tertentu lainnya supaya dia
mendapatkan proyek-proyek yang besar. Ia bertanya, apakah yang harus dia
lakukan? Jika ia tetap pada komitment dan prinsip hidupnya untuk tetap bisnis
dengan jujur tanpa melakukan ‘suap’ terhadap instansi tertentu, pastilah ia
tidak akan mendapatkan proyek-proyek besar tersebut. Jika ia tidak bisa
mendapatkan proyek-proyek besar, bagaimana ia bisa hidup dan membiayai semua
kebutuhan dan masa depan dari dirinya maupun anak-anaknya.
Bila kita
ditempatkan dalam posisi orang ini, apakah yang akan kita lakukan? Saya yakin
kebanyakan diantara kita, mungkin termasuk saya diantaranya, akan memilih untuk
melakukan ‘suap’ demi mendapatkan proyek dan kita bisa mengeluarkan berbagai macam
dalil untuk membenarkan diri kita; kita
mungkin akan berkata yang penting bukan
kita yang mau menyuap tapi mereka yang minta disuap. Yang penting, keluarga
dan masa depan anak-anak saya terjamin, dosa kan ditanggung bersama. Pertanyaannya,
sebenarnya bisakah kita untuk tidak
menyuap? Bisakah kita tidak kompromi dengan keadaan yang menurut kita ‘buah
simala kama’?
Mungkin, hal yang harus kita
pikirkan adalah mengapakah kita sering gagal dalam memilih kehendak Tuhan dalam
setiap pilihan yang beresiko? Mengapa kita sering gagal dalam menanggung segala
kesusahan, kerugiaan sebagai konsekuaensi kesetiaan kita pada Tuhan? Saya kira
jawabannya adalah karena iman kita kurang, karena penyerahan diri kita lemah,
karena ketakutan telah mengalahkan kita sehingga kita tidak bisa lagi melihat
adanya ‘tangan Tuhan’ yang berdaulat yang memegang kedua tangan kita atau
menggendong kita dikala kita harus mengalami menderitaan yang mucul akibat
konsekuensi iman kita.
Wah… jika kita melihat pada
kegagalan demi kegagalan kita dalam mengambil keputusan untuk setia pada
kehendak Tuhan dalam setiap pilihan yang beresiko, hal itu menunjukkan betapa
kita ini sebenarnya mempunyai iman yang lemah, betapa kita ini sebagai
murid-murid Tuhan, iman kita sangat kurang. Oleh karenanya, hari ini, kita
harus berani menekuk lulut kita dan mengeluarkan air mata kita sebagai tanda
kita ingin bertobat dan meminta ampun untuk segala ketidaksetiaan kita dan
ketidakmampuan kita untuk menang dalam setiap pertempuran iman kita dalam dunia
ini.
Hal terakhir yang akan kita
coba renungkan adalah bagaimana caranya supaya ketika kita ditengah-tengah
segala penderitaan, kesulitan yang muncul sebagai konsekuensi iman kita, kita
tetap bisa setia, tetap bisa percaya pada Tuhan sampai mati? Supaya kita tetap
setia dan kuat dalam menganggung segala konsekuensi iman kita maka kita harus
mengetahui dan menamkan dua hal ini dalam hati kita dan pikiran kita. Kedua hal
itu adalah:
Pertama
Kita
harus tahu dan menanamkan dalam hati dan pikirkan kita bahwa Tuhan itu tahu akan segala derita yang
dialami umatnya sebagai konsekuensi kesetiaan mereka. Dalam ayat 9 Tuhan
berkata Aku tahu kesusahanmu dan
kemiskinanmu… mengapa kepada jemaat yang sedang menderita ini Tuhan
mengawali sapaannya dengan perkataan Aku
tahu penderitaanmu, kemiskinanmu, kesusahanmu, segala fitnahan yang mereka
alami? Kenapa Tuhan mengawali sapaannya dengan kalimat tadi? Sebab ini
adalah kalimat yang akan menguatkan iman jemaat Semirna. Dalam segala
penderitaan, kesusahan dan kesulitan, jemaat Smirna harus tahu bahwa Tuhan
mengetahui segala apa yang mereka alami. Apakah
artinya? Artinya walaupun mereka menderita, teraniaya dan penuh kesulitan
ternyata mata Tuhan terus memandang mereka. Ini berarti segala penderitaan,
kesulitan dan kesusahan yang mereka alami tidak luput dari pengawasan Tuhan.
Bila Tuhan ternyata mengawasi
segala apa yang terjadi, ini berarti kapan saja, ketika keadaan sangat
berbahaya, maka Tuhan akan segera campur tanggan. Tetapi hal inipun tentu
sesuai dengan kehendak dan rencana Tuhan sendiri.
Realita bahwa Tuhan tetap
mengawasi, memperhatikan apa yang terjadi, seharusnya menguatkan iman
anak-anaknya, kalaupun mereka akhirnya memilih Tuhan dan akhirnya menanggung
konsekuensi banyak mengalami kerugian, kesusahan dan penderitaan, tetapi apa
yang terjadi tidak lepas dari pengawasan dan kontrol Tuhan, jika demikian
kenapa kita harus takut dalam memilih setia pada jalan Tuhan. Kegagalan kita untuk memilih setia pada
jalan Tuhan adalah karena kita gagal untuk mempercayai kehadiran, pegawasan dan
kontrol Tuhan dalam setiap keadaan kita.
Kedua, kita harus tahu dan
tanamkan dalam hati kita bahwa Tuhan itu
menghargai segala jerih lelah mereka dalam mengikut Tuhan. Setidaknya ada tiga hal yang Allah
janjikan pada jemaat Smirna. Dalam ayat 10 bagian akhir Tuhan berkata hendaklah kamu setia sampai akhir dan Aku akan mengaruniakan kepadamu mahkota
kehidupan. Lalu dalam ayat 11 juga dikatakan barang siapa menang ia tidak akan
menderita apa-apa oleh kamatian yang kedua.
Istilah mahkota
kehidupan bisa menunjuk pada dua hal yakni 1) penghargaan akan kemenangan seseorang;
diwaktu itu ada sebuah kebiasaan dimana dalam sebuah perlombaan, orang yang
memang akan diberikan mahkota, nah ada kemungkinan istilah mahkota kehidupan
menunjuk pada ‘mahkota sejati’ yang dari Allah sendiri yang akan diberikan bagi
orang-orang yang sampai akhir hayatnya memelihara iman dan kesetiaannya pada
Tuhan; 2) arti yang kedua dari mahkota kehidupan menunjuk pada ‘kota sorgawi’.
Di Smirna ada daerah yang disebut sebagai ‘mahkota smirna’ daerah ini adalah
bagian khusus di kota ini dimana terdapat bangunan-banguan indah. Istilah
Mahkota Kehidupan kemungkinan menunjuk juga pada gagasan ‘kota indah yang
sejati’ yakni sorga sendiri. Bagi orang yang percaya dan setia sampai akhir
hayatnya, Allah akan mengaruniakan pada mereka ‘kota yang sejati ini’ yakni
sorga yang mulia.
Hal kedua yang
jemaat Smirna akan dapatkan adalah mereka tidak akan menderita apa-apa oleh
kematian yang kedua. Gagasan ini dapat bisa membuat kita salah mengerti, kita
menyangka bahwa orang percayapun akan mengalami kematian kedua namun tidak akan
menderita. Istilah menderita secara harafiah memiliki arti disakiti. Ini
berarti anak-anak Tuhan yang sampai akhir tetap beriman dan setia mereka tidak
akan disakiti dengan kematian kedua. Istilah “oleh” lebih baik kita ganti
dengan istilah ‘dengan.’ Jadi maksudnya adalah orang-orang percaya akan luput
dari ‘kematian kedua’ alias penghukuman kekal alias neraka.
Perkataan Tuhan
bahwa bila orang percaya tetap percaya dan setia sampai akhir akan diselamatkan
adalah sebuah janji yang pasti sekaligus peringatan yang tegas dan keras. Jadi,
hal kedua yang harus kita tahu dan tanamkan dalam hati dan pikiran kita adalah
kesetiaan dan keberimaan kita kepada Tuhan dalam dunia ini menjadi juga bukti
nyata dari keberadaan kita dalam Tuhan ataukah diluar Tuhan.
Bila kita mengaku
selaku orang percaya, selaku pengikut Kristus, selaku murid-murid Tuhan yang
sejati maka kita harus membuktikan hal tersebut melalui kesetiaan dan
keberimanan kita sampai akhir hayat kita. Jadi, kenapa orang percaya harus
menang dalam setiap pertempuran imannya? Kenapa orang percaya walaupun
mengalami kesusahan, penderitaan dan berbagai-bagai kesulitan harus menang?
Sebab itulah tandanya anak-anak Tuhan yang akan mewarisi atau menempati sorga
yang kekal bersama Tuhan yakni orang-orang yang ditandai dengan kemenangan
imannya atas segala pencobaan yang dialaminya. Jadi jangan biarkan diri kita
kalah dalam berbagai pencobaan iman, jika memang kita adalah anak-anak Allah.
Surat dari Tuhan kepada jemaat
Smirna sangat relevan juga untuk gereja sepanjang zaman, sebab pergumulan yang
sama akan terus dihadapi orag-orang percaya, bahwa dalam mengikut Tuhan ada
konsekuensi-konsekuensi yang harus kita tanggung dan jalani, entah itu
kesulitan bahkan penderitaan. Meskipun penderitaan dan kesulitan mewarnai
kehidupan kita sebagai konsekuensi keberimanan kita, tetapi kita harus memang
atasnya. Bagaimana supaya kita menang? Ingat bahwa mata Tuhan terus mengawasi
kehidupan kita, penyertaannya dan kontrolnya atas kehidupan kita tetap kuat dan
akurat sepanjang zaman, oleh sebab itulah untuk menghadapi dan menjalani segala
penderitaan maka kita harus menjadikan iman sebagai satu-satunya senjata kita.
Janji dan peringatan Tuhan akan kehidupan kekal yang akan kita terima harusnya
membuat kita lebih mawas diri dan berkomitment untuk menjalani kehidupan
sebagai seorang pengikut Kristus yang berkemenangan.