Minggu, 06 Oktober 2013

Mata Tuhan Yang Terus Mengawasi: Surat Untuk Jemaat Semirna (Wahyu 2:8-11)


8 "Dan tuliskanlah kepada malaikat jemaat di Smirna: Inilah firman dari Yang Awal dan Yang Akhir, yang telah mati dan hidup kembali: 9Aku tahu kesusahanmu dan kemiskinanmu--namun engkau kaya--dan fitnah mereka, yang menyebut dirinya orang Yahudi, tetapi yang sebenarnya tidak demikian: sebaliknya mereka adalah jemaah Iblis. 10Jangan takut terhadap apa yang harus engkau derita! Sesungguhnya Iblis akan melemparkan beberapa orang dari antaramu ke dalam penjara supaya kamu dicobai dan kamu akan beroleh kesusahan selama sepuluh hari. Hendaklah engkau setia sampai mati, dan Aku akan mengaruniakan kepadamu mahkota kehidupan. 11Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengarkan apa yang dikatakan Roh kepada jemaat-jemaat: Barangsiapa menang, ia tidak akan menderita apa-apa oleh kematian yang kedua."

Dari penjelasan kitab suci kita mendapati bahwa jemaat Smirna adalah jemaat yang mengalami aniaya. Aniaya yang mereka alami dibahasakan atau dijabarkan dengan 4 istilah yakni kemiskinan, kesusahan, fitnahan dan kematian. Bila jemaat Smirna hidup dalam kemiskinan, hal ini cukup aneh sebab, kota Smirna menurut catatan sejarah adalah kota yang amat makmur, makanya sungguh mengherankan bila ternyata di kota yang makmur ini, ternyata orang-orang Kristen malah hidup melarat alias miskin. Mengapakah orang Kristen di kota Smirna ini bisa miskin, padahal kota mereka sebenarnya kaya?

Kemungkinan hal ini disebabkan karena deskriminasi dalam perekonomian yang dialami oleh jemaat Smirna. Kita harus tahu bahwa menjadi Kristen di era gereja mula-mula tidak mudah sama sekali. Bukanlah sebuah rahasia bahwa seorang Kristen bisa ditangkap, harta bendanya di sita oleh pemerintah dan tidak sedikit diantara mereka akhirnya dijual sebagai budak; atau bisa juga terjadi, ada banyak orang di kota Smirna tidak mau berdagang dengan orang-orang Kristen sebab mereka adalah orang-orang yang jujur, tidak mau berlaku curang sehingga diangap tidak bisa diajak kerja sama, terlalu kaku, tidak mau menyuap ataupun disuap. Hal inilah yang menyebabkan mereka akhirnya kehilangan banyak kesempatan untuk mendapatkan kekayaan dalam dunia ini, oleh sebab itulah mereka menjadi sangat miskin.

Jemaat ini juga dikatakan mengalami segala macam kesusahan bahkan terancam dengan kematian. Kesulitan yang dialami jemaat Smirna nampaknya juga terkait dengan orang-orang Romawi. Dalam ayat 10b dikatakan sesungguhnya iblis akan melemparkan beberapa orang diantara kamu kedalam penjara supaya kamu dicobai dan kamu akan beroleh kesusahan selama 10 hari. Istilah Iblis disini menunjuk pada musuh-musuh Allah yakni orang-orang Roma. Ada sebuah kemungkin dimana pemerintah Roma di zaman kepenulisan wahyu ini, mereka menuntut semua orang menyembah Kaisar sebagai Tuhan. Jemaat Tuhan di Smirna nampaknya adalah jemaat yang berani bayar harga. Resiko apapun mereka mau tanggung asal tidak melakukan sebuah penyembahan berhala. Hal inilah yang nampaknya membuat orang percaya sampai dipenjarakan.

Kesulitan yang ketiga disebabkan karena fitnahan orang-orang Yahudi. Orang-orang Yahudi di seluruh Asia kecil sering tidak menyukai pengikut Yesus bahkan sering berlaku jahat dengan jalan menjerumuskan orang-orang Kristen ke tangan orang Roma. Orang Yahudi semasa pemerintahan Roma, mereka diijinkan untuk tidak melakukan penyembahan pada kaisar. Problemnya, ternyata ada banyak orang Yahudi ini karena ketidaksukaannya sehingga mereka melaporkan orang-orang Kristen kepada pemerintah Roma supaya ditangkap dengan dasar tidak mau menyembah kaisar. Pernah dalam catatan sejarah gereja dicatat bahwa sewaktu Polikarpus ditangkap untuk dimintai meyangkali Yesus atau dibakar, dalam catatan gereja dikatakan justru orang Yahudilah yang meminta paling keras untuk menghukum mati orang Kristen.

Dari apa yang terjadi dengan jemaat Smirna kita belajar bahwa jemaat yang benar pasti akan mengalami kesukaran dalam dunia ini. Sebuah contoh kongkrit, panggilan gereja adalah memberitakan firman dengan benar. Apakah gereja bertugas untuk membuat ceramah seputar kepemimpinan, ceramah seputar pengembangan diri, politik dst? Mungkin hal tersebut baik, namun bagi saya tidak, tugas utama gereja bukanlah hal-hal tersebut, gereja haruslah setia dalam mengabarkan injil dan setia mengajarkan firman kepada umat-umat Tuhan. Meskipun demikian, bila gereja benar-benar memfokuskan diri pada pemberitaan injil dan pengajaran firman yang benar, realitanya adalah akan timbul respon-respon yang kurang sedap/kurag enak didengar dimana gereja dianggap kuno, tidak mengikuti trend, tidak “up to date,” tidak menjawab pergumulan dst. Oleh sebab itulah, bila tidak hati-hati, gereja akan tergoda untuk tidak lagi setia pada panggilan utamanya tetapi berkompromi, berubah, bergeser mengikuti segala ‘trend’ yang ada dalam dunia ini. Alasan yang sering diungkapkan terkait dengan realita ini adalah bila gereja tetap konsisten dengan tugasnya yang seperti tadi, takutnya gereja bisa ditinggalkan oleh jemaatnya.

Selain gereja, orang percaya yang benar-benar hidup benar dalam dunia ini pasti akan juga mengalami kesukaran. Misalnya saja, seorang pekerja yang ingin benar-benar hidup sesuai kehendak Tuhan akhirnya ia bisa di musuhi teman-temannya sebab ia tidak bisa diajak kongkalikong. Seorang Mahasiswa juga begitu, karena konsisten dengan pilihannya untuk menjalani perkuliahannya dengan tanpa kompromi dengan dosa, akhirnya dibilang sok suci, munafik, dsb.

Apa yang Tuhan inginkan dari jemaat Smirna sewaktu mereka dalam penderitaan: Ada dua hal yang Tuhan inginkan dari jemaat Smirna dalam mengahadapi penderitaan mereka yakni:

Pertama, Tuhan meminta supaya jemaat ini tidak takut dengan apa yang mereka alami. Dalam ayat 3 dikatakan jangan takut terhadap apa yang engkau harus derita. Setelah berkata Aku tahu kesusahanmu, kemiskinanmu, fitnahan yang kamu alami lalu Tuhan berkata  jangan takut.

Apakah maksud dari perkataan ini? Apakah realistis, ditengah segala kesusahan, kemiskinan fitnahan dan penderitaan, Tuhan malah berkata, jangan takut. Bukankah Tuhan seharusnya berkata aku mengerti segala ketakutanmu… bukan malah perkataan jangan takut… . Untuk bisa mengerti pergumulan ini kita harus memahami dahulu arti dari istilah ‘jangan takut’ disini. Lawan dari takut adalah berani. Jadi istilah jangan takut dapat juga disejajarkan dengan istilah ‘harus berani.’ Tetapi jika istilah ‘jangan takut’ disini hanya dimenegerti dengan istilah ‘harus berani’ maka jawaban Tuhan Yesus terhadap pergumulan jemaat Smirna tetap kurang menjawab pergumulan mereka. Maksud dari perkataan jangan takut disini memiliki arti ‘berimanlah.’ Bila saya memperhatikan beberapa perkataan jangan takut dalam Alkitab, sering kali istilah ini dikontraskan dengan gagasan iman. Jadi, Tuhan mengatakan dalam menghadapi semua penderitaan itu, maka jemaat smirna harus menghadapinya dengan ‘iman,’ dengan ‘penyerahan diri yang penuh’ kepada Tuhan.

Tentu istilah beriman itu berbeda dengan ‘menyerah’ dalam pengertian ‘hopeless’ yang ditandai dengan perkataan ya udahlah… atau berkataan abis gimana lagi… dst. Tuhan tidak meminta kita dalam mengahadapi kesusahan, penderitaan, fitnahan tersebut, yang menjadi konsekuensi dari keberimanan kita, dengan ‘hopeless’ tetapi harus dengan iman. Iman itu berarti dua hal yakni a) ‘percaya’ kepada kuasa Tuhan’ yang mampu tolong mereka lepas dari penderitaan mereka b) ‘percaya kepada kedaulatan Tuhan’ dalam mengijinkan semua yang mereka alami dan menentukan sampai kapan mereka harus melalui penderitaan tersbut. Tuhan ingin dalam menghadapi penderitaan, jemaat Smirna menghadapinya dengan iman yang seperti tadi.

Hal kedua yang Tuhan dari jemaat Smirna yang sedang menderita adalah supaya jemaat ini setia sampai mati. Dalam ayat 10 bagian akhir Tuhan berkata hendaklah engkau setia sampai mati dan Aku akan mengaruniakan kepadamu mahkota kehidupan.

Istilah setia disini menggunakan kata ‘pistos’ yang memang punya dua nuansa arti. Nuansa pertama adalah ‘kesetiaan’ sementara itu nuansa kedua adalah ‘keberimanan.’ Jadi perkataan setialah sampai mati juga bisa berarti ‘berimanlah sampai mati.’ Jadi, ditengah-tengah segala penderitaan, penganiayaan dan fitnahan yang telah terjadi dan akan terjadi umat Tuhan di kota Smirna diminta untuk tetap percaya kepada Tuhan sampai mereka mati. Tuhan mengingatkan siapa menang, mereka tidak akan menderita oleh kematian yang kedua. Ini adalah sebuah janji sekaligus peringatan.

Kunci keberhasilan orang percaya dalam menghadapi penderitaan ataupun kesusahan dalam dunia ini sebagai konsekuensi pengikutan kita kepada Tuhan adalah dengan menjalani atau melewatinya dengan iman, dengan penyerahan diri yang penuh atau total pada Tuhan.

Sekarang mari kita melirik kepada kehidupan kita dibelakang. Kita tahu sebagai orang percaya kitapun tidak luput dari konsekuensi iman kita, yakni segala kesulitan yang akan muncul jika kita tetap setia kepada Tuhan dan tidak mau ikut-ikutan kompromi dengan ketidakbenaran. Pertanyaannya adalah apakah sewaktu kita berhadapan dengan pilihan yang beresiko kita tetap pilih Tuhan. Mungkin sewaktu kita berhadapan dengan pilihan yang tanpa resiko, kita bisa dengan mudah pilih setia pada Tuhan. Tapi jika pilihan tersebut beresiko, apakah kita tetap setia pilih Tuhan.

Sebagai contoh, saya mengenal ada seorang pengusaha alat-alat listrik. Orang ini adalah orang percaya dan ia tahu bahwa dalam menjalankan usahanya dalam dunia ini, ia mesti jujur dan tidak melakukan suap demi alasan apapun. Tetapi bisnis yang ditekuninya mengharuskan ia bersikap ‘royal’ dalam pengertian, suka ngajak makan, suka memberi hadiah-hadiah atau hal-hal tertentu lainnya supaya dia mendapatkan proyek-proyek yang besar. Ia bertanya, apakah yang harus dia lakukan? Jika ia tetap pada komitment dan prinsip hidupnya untuk tetap bisnis dengan jujur tanpa melakukan ‘suap’ terhadap instansi tertentu, pastilah ia tidak akan mendapatkan proyek-proyek besar tersebut. Jika ia tidak bisa mendapatkan proyek-proyek besar, bagaimana ia bisa hidup dan membiayai semua kebutuhan dan masa depan dari dirinya maupun anak-anaknya.

Bila kita ditempatkan dalam posisi orang ini, apakah yang akan kita lakukan? Saya yakin kebanyakan diantara kita, mungkin termasuk saya diantaranya, akan memilih untuk melakukan ‘suap’ demi mendapatkan proyek dan kita bisa mengeluarkan berbagai macam dalil untuk membenarkan  diri kita; kita mungkin akan berkata yang penting bukan kita yang mau menyuap tapi mereka yang minta disuap. Yang penting, keluarga dan masa depan anak-anak saya terjamin, dosa kan ditanggung bersama. Pertanyaannya, sebenarnya bisakah kita untuk tidak menyuap? Bisakah kita tidak kompromi dengan keadaan yang menurut kita ‘buah simala kama’?

Mungkin, hal yang harus kita pikirkan adalah mengapakah kita sering gagal dalam memilih kehendak Tuhan dalam setiap pilihan yang beresiko? Mengapa kita sering gagal dalam menanggung segala kesusahan, kerugiaan sebagai konsekuaensi kesetiaan kita pada Tuhan? Saya kira jawabannya adalah karena iman kita kurang, karena penyerahan diri kita lemah, karena ketakutan telah mengalahkan kita sehingga kita tidak bisa lagi melihat adanya ‘tangan Tuhan’ yang berdaulat yang memegang kedua tangan kita atau menggendong kita dikala kita harus mengalami menderitaan yang mucul akibat konsekuensi iman kita.

Wah… jika kita melihat pada kegagalan demi kegagalan kita dalam mengambil keputusan untuk setia pada kehendak Tuhan dalam setiap pilihan yang beresiko, hal itu menunjukkan betapa kita ini sebenarnya mempunyai iman yang lemah, betapa kita ini sebagai murid-murid Tuhan, iman kita sangat kurang. Oleh karenanya, hari ini, kita harus berani menekuk lulut kita dan mengeluarkan air mata kita sebagai tanda kita ingin bertobat dan meminta ampun untuk segala ketidaksetiaan kita dan ketidakmampuan kita untuk menang dalam setiap pertempuran iman kita dalam dunia ini.

Hal terakhir yang akan kita coba renungkan adalah bagaimana caranya supaya ketika kita ditengah-tengah segala penderitaan, kesulitan yang muncul sebagai konsekuensi iman kita, kita tetap bisa setia, tetap bisa percaya pada Tuhan sampai mati? Supaya kita tetap setia dan kuat dalam menganggung segala konsekuensi iman kita maka kita harus mengetahui dan menamkan dua hal ini dalam hati kita dan pikiran kita. Kedua hal itu adalah:

Pertama Kita harus tahu dan menanamkan dalam hati dan pikirkan kita bahwa Tuhan itu tahu akan segala derita yang dialami umatnya sebagai konsekuensi kesetiaan mereka. Dalam ayat 9 Tuhan berkata Aku tahu kesusahanmu dan kemiskinanmu… mengapa kepada jemaat yang sedang menderita ini Tuhan mengawali sapaannya dengan perkataan Aku tahu penderitaanmu, kemiskinanmu, kesusahanmu, segala fitnahan yang mereka alami? Kenapa Tuhan mengawali sapaannya dengan kalimat tadi? Sebab ini adalah kalimat yang akan menguatkan iman jemaat Semirna. Dalam segala penderitaan, kesusahan dan kesulitan, jemaat Smirna harus tahu bahwa Tuhan mengetahui segala apa yang mereka alami. Apakah artinya? Artinya walaupun mereka menderita, teraniaya dan penuh kesulitan ternyata mata Tuhan terus memandang mereka. Ini berarti segala penderitaan, kesulitan dan kesusahan yang mereka alami tidak luput dari pengawasan Tuhan.

Bila Tuhan ternyata mengawasi segala apa yang terjadi, ini berarti kapan saja, ketika keadaan sangat berbahaya, maka Tuhan akan segera campur tanggan. Tetapi hal inipun tentu sesuai dengan kehendak dan rencana Tuhan sendiri.

Realita bahwa Tuhan tetap mengawasi, memperhatikan apa yang terjadi, seharusnya menguatkan iman anak-anaknya, kalaupun mereka akhirnya memilih Tuhan dan akhirnya menanggung konsekuensi banyak mengalami kerugian, kesusahan dan penderitaan, tetapi apa yang terjadi tidak lepas dari pengawasan dan kontrol Tuhan, jika demikian kenapa kita harus takut dalam memilih setia pada jalan Tuhan. Kegagalan kita untuk memilih setia pada jalan Tuhan adalah karena kita gagal untuk mempercayai kehadiran, pegawasan dan kontrol Tuhan dalam setiap keadaan kita.

Kedua, kita harus tahu dan tanamkan dalam hati kita bahwa Tuhan itu menghargai segala jerih lelah mereka dalam mengikut Tuhan.  Setidaknya ada tiga hal yang Allah janjikan pada jemaat Smirna. Dalam ayat 10 bagian akhir Tuhan berkata hendaklah kamu setia sampai akhir dan Aku akan mengaruniakan kepadamu mahkota kehidupan. Lalu dalam ayat 11 juga dikatakan barang siapa menang ia tidak akan menderita apa-apa oleh kamatian yang kedua.

Istilah mahkota kehidupan bisa menunjuk pada dua hal yakni 1) penghargaan akan kemenangan seseorang; diwaktu itu ada sebuah kebiasaan dimana dalam sebuah perlombaan, orang yang memang akan diberikan mahkota, nah ada kemungkinan istilah mahkota kehidupan menunjuk pada ‘mahkota sejati’ yang dari Allah sendiri yang akan diberikan bagi orang-orang yang sampai akhir hayatnya memelihara iman dan kesetiaannya pada Tuhan; 2) arti yang kedua dari mahkota kehidupan menunjuk pada ‘kota sorgawi’. Di Smirna ada daerah yang disebut sebagai ‘mahkota smirna’ daerah ini adalah bagian khusus di kota ini dimana terdapat bangunan-banguan indah. Istilah Mahkota Kehidupan kemungkinan menunjuk juga pada gagasan ‘kota indah yang sejati’ yakni sorga sendiri. Bagi orang yang percaya dan setia sampai akhir hayatnya, Allah akan mengaruniakan pada mereka ‘kota yang sejati ini’ yakni sorga yang mulia.

Hal kedua yang jemaat Smirna akan dapatkan adalah mereka tidak akan menderita apa-apa oleh kematian yang kedua. Gagasan ini dapat bisa membuat kita salah mengerti, kita menyangka bahwa orang percayapun akan mengalami kematian kedua namun tidak akan menderita. Istilah menderita secara harafiah memiliki arti disakiti. Ini berarti anak-anak Tuhan yang sampai akhir tetap beriman dan setia mereka tidak akan disakiti dengan kematian kedua. Istilah “oleh” lebih baik kita ganti dengan istilah ‘dengan.’ Jadi maksudnya adalah orang-orang percaya akan luput dari ‘kematian kedua’ alias penghukuman kekal alias neraka.

Perkataan Tuhan bahwa bila orang percaya tetap percaya dan setia sampai akhir akan diselamatkan adalah sebuah janji yang pasti sekaligus peringatan yang tegas dan keras. Jadi, hal kedua yang harus kita tahu dan tanamkan dalam hati dan pikiran kita adalah kesetiaan dan keberimaan kita kepada Tuhan dalam dunia ini menjadi juga bukti nyata dari keberadaan kita dalam Tuhan ataukah diluar Tuhan.

Bila kita mengaku selaku orang percaya, selaku pengikut Kristus, selaku murid-murid Tuhan yang sejati maka kita harus membuktikan hal tersebut melalui kesetiaan dan keberimanan kita sampai akhir hayat kita. Jadi, kenapa orang percaya harus menang dalam setiap pertempuran imannya? Kenapa orang percaya walaupun mengalami kesusahan, penderitaan dan berbagai-bagai kesulitan harus menang? Sebab itulah tandanya anak-anak Tuhan yang akan mewarisi atau menempati sorga yang kekal bersama Tuhan yakni orang-orang yang ditandai dengan kemenangan imannya atas segala pencobaan yang dialaminya. Jadi jangan biarkan diri kita kalah dalam berbagai pencobaan iman, jika memang kita adalah anak-anak Allah.

Surat dari Tuhan kepada jemaat Smirna sangat relevan juga untuk gereja sepanjang zaman, sebab pergumulan yang sama akan terus dihadapi orag-orang percaya, bahwa dalam mengikut Tuhan ada konsekuensi-konsekuensi yang harus kita tanggung dan jalani, entah itu kesulitan bahkan penderitaan. Meskipun penderitaan dan kesulitan mewarnai kehidupan kita sebagai konsekuensi keberimanan kita, tetapi kita harus memang atasnya. Bagaimana supaya kita menang? Ingat bahwa mata Tuhan terus mengawasi kehidupan kita, penyertaannya dan kontrolnya atas kehidupan kita tetap kuat dan akurat sepanjang zaman, oleh sebab itulah untuk menghadapi dan menjalani segala penderitaan maka kita harus menjadikan iman sebagai satu-satunya senjata kita. Janji dan peringatan Tuhan akan kehidupan kekal yang akan kita terima harusnya membuat kita lebih mawas diri dan berkomitment untuk menjalani kehidupan sebagai seorang pengikut Kristus yang berkemenangan.