12 "Dan tuliskanlah kepada malaikat jemaat di Pergamus:
Inilah firman Dia, yang memakai pedang yang tajam dan bermata dua: 13
Aku tahu di mana engkau diam, yaitu di sana, di tempat takhta Iblis; dan engkau
berpegang kepada nama-Ku, dan engkau tidak menyangkal imanmu kepada-Ku, juga
tidak pada zaman Antipas, saksi-Ku, yang setia kepada-Ku, yang dibunuh di
hadapan kamu, di mana Iblis diam. 14Tetapi Aku mempunyai beberapa
keberatan terhadap engkau: di antaramu ada beberapa orang yang menganut ajaran
Bileam, yang memberi nasihat kepada Balak untuk menyesatkan orang Israel,
supaya mereka makan persembahan berhala dan berbuat zinah. 15Demikian
juga ada padamu orang-orang yang berpegang kepada ajaran pengikut Nikolaus. 16
Sebab itu bertobatlah! Jika tidak demikian, Aku akan segera datang kepadamu dan
Aku akan memerangi mereka dengan pedang yang di mulut-Ku ini. 17Siapa
bertelinga, hendaklah ia mendengarkan apa yang dikatakan Roh kepada
jemaat-jemaat: Barangsiapa menang, kepadanya akan Kuberikan dari manna yang
tersembunyi; dan Aku akan mengaruniakan kepadanya batu putih, yang di atasnya
tertulis nama baru, yang tidak diketahui oleh siapapun, selain oleh yang
menerimanya."
Jemaat Pergamus dikatakan
diam ditempat tahta Iblis. Apakah artinya ‘tempat tahta iblis’ disini? Kenapa
jemaat Pergamus dikatakan mereka tinggal ditempat dimana iblis bertahta?
Sebutan ‘tempat iblis bertahta nampaknya terkait dengan keberadaan kota
Pergamus yang menjadi pusat dari penyembahan dewa-dewa Yunani sekaligus
penyembahan terhadap Kaisar. Di kota inilah kuil dewa Zeus didirikan, demikian
juga dengan kuil dewi Athena dan Dewa Asklepius (dewa kesembuhan), bahkan di
kota ini jugalah pusat dari penyembahan terhadap Kaisar.[1]
Jadi dalam kota yang sama berbagai ‘penyembahan berhala’ terjadi. Nach jemaat
Pergamus tinggal ditengah-tengah tempat yang menjadi center dari berbagai penyembahan
berhala. Jemaat Pergamus tinggal ditengah-tengah pusat kekafiran.. Karena
alasan inilah jemaat pergamus disebut sebagai jemaat yang tinggal di tempat
tahta iblis.
Keberadaan jemaat
Pergamus yang tinggal di tempat centralitas penyembahan berhala bukan tanpa
pergumulan. Diwaktu itu tidak ada pilihan bagi masyarakat, mereka harus
mengikuti aturan atau ketetapan pemerintah. Bila pemerintah menyuruh semua
masyarakat menyembah kaisar maka semua orang harus melakukan itu. Orang yang
tidak mau melakukan hal itu akan dianggap pemberontak dan melawan kaisar atau negara.
Bagi orang yang dianggap demikian, konsekuensinya amat berat, mereka bisa
kehilangan nyawa. Jadi keberadaan jemaat Tuhan yang tinggal di kota Pergamus sebenarnya
sangat beresiko, mereka tinggal ditempat paling berbahaya.
Bagian Alkitab
ini mengajarkan kepada kita, salah satu sumber penderitaan yang dialami Gereja adalah Iblis. Iblis
memakai segala sesuatu, baik itu negara, masyarakat, tradisi, dosa untuk
membuat orang-orang percaya akhirnya menyangkali nama Tuhan dan menyangkali
iman kepercayaannya kepada Yesus.
Saya ingat
sebuah film yang berjudul, End of World. Dalam film itu digambarkan tokoh utamanya
sedang melawan Lucifer yang sedang datang dalam dunia. Pergumulan dari tokoh
utama ini adalah ia tidak bisa mempercayai Tuhan, mengapa? Sebab keluarganya
terbantai dan terbunuh dengan tragisnya. Bagaimana mungkin Tuhan itu bisa
dikatakan ada, kalau akhirnya Ia jadi seorang yang begitu menderita. Penderitaan
memang bisa dipakai iblis untuk membuat anak-anak Tuhan meninggalkan Dia.
Meskipun jemaat
Pergamus tinggal ditempat yang paling berhaya, meskipun jemaat Pergamus hidup
dalam berbagai ancaman dan resiko tetapi Tuhan mengatakan mereka ternyata tetap
berpegang pada nama Tuhan dan tidak menyangkal iman mereka. Istilah ‘tetap
berpegang pada nama Tuhan’ sepertinya terkait dengan kesetiaan mereka untuk
tidak menyangkali nama Yesus. Salah satu tuntutan yang diminta bagi orang-orang
Kristen yang ditangkap pemerintah adalah supaya mereka menyangkali nama Yesus.
Mereka dijanjikan kebebasan jika mereka mau menyangkali nama Yesus. Tetapi
jemaat ini tidak mau menyangkali nama Yesus.
Istilah tetap
tidak menyangkali iman, sepertinya menunjuk pada sikap mereka yang tetap mau
percaya kepada Yesus walaupun mereka menyaksikan realita, bahwa orang yang
tetap setia ternyata tidak mengalami pertolongan Tuhan. Bahkan sewaktu seorang
yang bernama Antipas memilih setia kepada Tuhan, ia malah mati Martir, namun mereka
tetap percaya kepada Tuhan.
Jika kita,
sewaktu melihat, ternyata orang-orang yang setia kepada Tuhan, walaupun mereka
telah dengan tekun berdoa tetapi tidak dijawab Tuhan, bagaimana respons
kebanyakan kita? Pasti responsnya, kita mulai ragu dan mulai bertanya-tanya,
apakah Tuhan yang saya percayai ini benar? Jemaat Pergamus tidak demikian, walaupun
mereka menyaksikan, Tuhan tidak menolong Antipas sewaktu dalam penderitaannya,
tetapi mereka tetap percaya kepada Tuhan.
Jemaat Pergamus
ini sungguh luar biasa. Kita harus belajar dari mereka. Apa yang kita bisa
pelajari.
Dalam mengikut
Tuhan dibutuhkan sebuah kesetiaan. Pada umumnya kesetiaan manusia termasuk
didalamnya kesetiaan orang-orang Kristen kepada Tuhan, bergantung pada keadaan.
Jika kita perhatikan kehidupan orang Kristen, kesetiaan seseorang kepada Tuhan
biasanya terbagi dua, pertama ada
orang yang baru setia kepada Tuhan saat ia dalam keadaan baik, jika segala hal
sedang lancar, jika lagi banyak rejeki dst. Tapi jika lagi ada banyak masalah,
mereka sering tidak berlaku setia kepada Tuhan. Jenis orang yang kedua adalah yang sebaliknya, orang-orang yang
setia kepada Tuhan waktu ada banyak masalah tetapi waktu lancar-lancar, waktu
sedang merasa beruntung, segera lupa dengan Tuhan. Yang seharusnya terjadi
adalah pada saat kita sedang banyak pergumulan kita seharusnya setia kepada Tuhan,
maka sewaktu pergumulan kita selesai, kita harus lebih setia lagi kepada Tuhan.
Meskipun jemaat
Pergamus ini punya kesetiaan yang luar biasa kepada Tuhan, tetapi satu hal yang
sangat ‘signifikan’ yang mereka latidakr. Ada sesuatu yang ‘tidak bisa
dibiarkan’ yang telah mereka lakukan. Apakah itu? Ada beberapa orang dalam
jemaat Tuhan yang ‘menganut ajaran Bileam.’ Ajaran ‘Bileam’ mana yang
dimaksudkan? Ajaran Bileam adalah nesehat yang diberikan Bileam kepada Balakh
untuk menyesatkan orang Israel dengan jalan membuat mereka terlibat dengan
persembahan berhala dan perbuatan zinah. Nampaknya yang dimaksudkan oleh
penulis wahyu adalah ‘toleransi terhadap segala imoralitas.’ [2]
Jadi, hal yang
Tuhan amat kecewa dengan jemaat Pergamus adalah karena ada beberapa orang dalam
jemaat ini walaupun mereka begitu setia kepada Tuhan namun mereka terlibat dan
terjerat dengan segala imoralitas. Imoralitas apakah yang Tuhan tegur dari
jemaat Pergamus. Imoralitas yang dimaksudkan sepertinya terkait dengan
dosa-dosa seksual, terkait dengan perzinahan-perzinahan tertentu, atau terkait
dengan kecemaran-kecemaran tertentu. Memang diwaktu itu budaya Yunani-Romawi
adalah budaya yang amat sarat dengan segala macam dosa-dosa dan kecemaran
seksual. Toleransi dari masyarakat terhadap segala macam dosa dan kecemaran
inilah yang nampaknya membuat beberapa anggota jemaat Pergamus terlibat dalam kecemaran
ini juga.
Tuhan memandang
kehidupan yang toleran dengan ‘pelanggaran-pelanggaran moral ini’ sebagai
sesuatu yang amat serius. Oleh sebab itulah Tuhan sampai berkata, bertobatlah, jika tidak demikian Aku akan
segera datang kepadamu dan Aku akan mmerangi mereka dengan pedang yang ada
dimuluKu ini. Apakah arti dari perkataan ini? Istilah pedang terkait dengan
penghukuman. Jadi Tuhan mengancam, jika jemaat ini tidak mau bertobat maka
Tuhan akan datang untuk menghukum mereka.
Yang menarik
adalah ‘panggilan untuk bertobat’ ternyata diserukan bukan hanya kepada
beberapa jemaat yang hidup immoral tetapi juga ditujukan kepada seluruh jemaat
Pergamus. Apa sebabnya? Sebab jemaat Pergamus telah bersikap toleran terhadap
kelompok orang ini. Yang Allah kehendaki adalah mereka harus tegas dengan
orang-orang yang hidup secara immoral tersebut. Jadi, membiarkan orang yang
bersalah, bersikap toleran dengan orang yang bersalah, sama bersalahnya dengan
orang yang bersalah.
Masih ingatkah
kita dengan jemaat Efesus, mereka Tuhan salahkan karena mereka tidak punya
kasih, Pergamus ditegur dalam hal yang sebaliknya, mereka disalahkan karena
terlalu toleran dengan kesalahan jemaatnya. Dari sini kita belajar bahwa Tuhan
mengkehendaki bukan saja kesetiaan tetapi kebenaran. Tuhan mengkehendaki
umat-umat Tuhan bukan sekedar setia kepada Dia tetapi berpegang kepada
kebenaran dengan tidak mentoleransikan dosa ataupun kecemaran-kecemaran
moralitas.
Ternyata orang
yang setia kepada Tuhan tidak otomatis hidupnya bebas dari ‘kehidupan yang
sarat dengan dosa.’ Jemaat Pergamus dalam mengikut Tuhan telah sangat setia
tetapi mereka tetap bisa jatuh dalam dosa-dosa yang berat dan bisa juga
bersikap toleran dengan segala macam dosa. Makanya jangan kita merasa jika seseorang
sudah setia, sudah militan, sudah sepertinya memberikan ‘segala-galanya’ untuk
Tuhan maka orang tersebut pasti otomatis punya kehidupan yang suci dan saleh.
Saya pernah mendengar
ada seorang suami yang begitu setia dalam melayani. Pokonya bila Pak Pendeta
membutuhkan teman baik dalam pekunjungan atau pelayanan lainnya maka orang ini
yang pasti dicari dan ia selalu bisa untuk melakukan pelayanan. Tetapi ternyata
dirumah, ia amat berbeda dengan di gereja. Bapak ini ternyata suka memukul
istrinya. Bahkan akhirnya ia meninggalkan istrinya sendiri.
Waktu saya
mendengar kisah ini, saya menjadi sadar bahwa kesetiaan kepada Tuhan barulah
satu aspek, aspek ini penting tetapi ada aspek lain yang harus ada pada kita
yakni aspek kesucian, aspek, kehidupan yang benar, kehidupan yang bertanggung
jawab dst. Dari sini kita bisa belajar bahwa kesetiaan dan kesucian adalah dua
hal yang bisa jadi tidak otomatis ada bersamaan dalam diri kita. Kita harus
berusaha dan berjuang supaya kedua hal ini yakni kesetiaan dan kesucian ada
pada kita.
Berbicara
mengenai pergumulan yang dihadapi oleh jemaat Pergamus dalam hal imoralitas
dosa yang dianggap wajar oleh masyarakat, hal yang sama juga terjadi di zaman
kita. Bayangkan di zaman kita ini, yang namanya nyontek, bukan saja dianggap wajar,
tapi bahkan ada yang sampai disaranai oleh gurunya. Demikianlah yang saya
dengar dari anak-anak sekolah yang ada di gereja saya. Realita dosa yang
dianggap wajar dan biasa dapat membuat kita bersikap toleransi untuk dosa dan
tolerasi untuk orang-orang yang melakukan dosa.
Tuhan berkata siapa menang ia akan diberikan manna yang
tersembunyi dan batu putih yang diatasnya tertera nama batu, yang tidak
diketahui oleh siapapun selain yang menerimanya. Apakah maksudnya kalimat
ini?
Istilah menerima
‘manna yang tersembunyi’ sepertinya terkait dengan tradisi mengenai adanya
‘manna’ yang disimpan dalam tabut perjanjian. Manna ini disembunyikan disana
untuk satu kali akan diberikan kepada orang-orang yang terhisap dalam kerajaan
sang mesias. Gagasan ini hendak menyatakan bahwa kepada orang-orang yang
menang, kepada orang-orang yang bertobat dari sikap teleransinya terhadap dosa,
maka Tuhan akan menjadikan mereka umat-umat Allah, menjadikan mereka orang-orang
yang berhak masuk kedalam ‘tempat perjamuan Tuhan,’ maksudnya masuk kedalam
sorga yang mulia.
Lalu istilah
batu putih menunjuk pada dua hal yakni petama
tanda pembenaran dan kedua tanda
masuk (tiket). Pada waktu itu batu putih biasanya dipakai sebagai sebuah tanda
pembenaran seseorang yang sedang dalam pengadilan. Orang yang dibenarkan akan
mendapatkan batu putih sementara itu yang yang dinyatakan salah akan
mendapatkan batu hitam. Arti yang kedua dari batu putih adalah tiket.
Maksudnya: orang yang bertobat tadi, orang yang mempunyai baik kesetiaan maupun
kesucian-lah yang akan menerima konfirmasi iman untuk masuk dalam kerajaan
sorga.
Sebuah pertanyaan
yang muncul dibenak kita adalah apakah
kesetiaan dan kesucian adalah cara supaya seseorang masuk sorga? Tentu bukan,
kesetiaan dan kesucian bukanlah alat seseorang masuk sorga melainkan ciri dari
orang-orang yang memang harus masuk sorga. Coba renungakan a) apakah kita mempunyai
kesetiaan kepada Tuhan b) apakah kamu mempunyai kesuciaan?