“Orang jahat terjerat oleh oleh pelanggaran bibirnya,
tetapi orang benar dapat keluar dari kesukaran. Setiap orang dikenyangkan
dengan kebaikan oleh karena buah perkataan, dan orang mendapat balasan dari
pada apa yang dikerjakan tangannya.” Amsal 12:13-14
Jika anda adalah seorang ayah atau ibu yang anaknya akan
mengambil studi di luar negri katakanlah di negri yang sangat berbeda dengan
negri kita Indonesia, misalnya di Belanda, kira-kira sebelum anak anda
berangkat, apa yang anda akan lakukan? Sebagai orang tua, kita pasti akan
mencari waktu untuk berbicara dengan anak kita dan memberikan nasehat-nasehat
yang penting untuk dia bukan? Mungkin kita akan berkata kepada anak kita “nanti
disana jangan sampe kamu ikut-ikutan dengan teman kamu yang ngga baik; kalau diajakin mengganja, jangan
ikutan. Jangan suka pergi malam-malam, dan jangan bawa pacar sering-sering ke
kamar, dan jangan nginap di rumah pacar dst. Mungkin nasheat-nasehat seperti
itu yang akan kita sampaikan.
Hal yang mirip juga dilakukan oleh seorang pimpinan
seminari (rector) sebelum ia mengutus mahasiswanya untuk menjalani praktek
pelayanan.” Sewaktu saya di seminary, setiap tahun para mahasiswa biasanya akan
menjalani program praktek pelayanan baik itu 2 bulan ataupun 1 tahun. Sebelum
para mahasiswa diutus untuk melayani di gereja-gereja, pimpinan seminary
(rector) biasanya suka memberikan pesan-pesan atau nasehat-nasehat kepada
mahasiswa. Mahasiswa biasanya diminta untuk tidak ikutan dalam pertengaran yang
ada dalam gereja tersebut, jika memang hal itu ada. Mahasiswa juga dilarang
keras untuk mengkritik baik pemimpin jemaat ataupun gereja tempat ia praktek;
itulah sebabnya jika mahasiswa praktek ditanya mengenai kesan dan pesan, selalu
jawabannya bagus-bagus. Yang ketiga, mahasiswa dilarang meminta uang kepada
siapapun bahkan saat gereja kelupaan memberikan uang honorarium kepada mereka;
makanya sekolah biasanya memberikan kepada mereka pinjaman uang dulu supaya
saat kekurangan mereka tidak perlu minta-minta uang ke gereja ataupun mati
kelaparan.
Kitab Amsal dituliskan dengan kerangka yang sama; kitab
ini ditulisakan untuk memberikan nasehat-nasehat yang dibutuhkan oleh seorang
muda sebelum ia benar-benar memasuki “dunia nyata” dalam hidupnya. Dalam
kehidupan bangsa Yahudi, ada waktunya seseorang itu memasuki fase-fase belajar,
disana ada seorang guru yang dipersiapkan untuk mengajari dan mendampingi
mereka. Namun, akan ada waktunya dimana seorang anak menjadi dewasa dan setelah
ia menjadi dewasa, maka ia harus menjalani kehidupannya sendiri dengan segala
tanggung jawabnya. Kitab Amsal adalah nasehat-nasehat terakhir yang diberikan
untuk mempersiapkan seorang muda sebelum ia memasuki dunianya sendiri.
Salah satu hal penting bagi penulis amsal yang perlu
seorang muda pahami sebelum ia memasuki “kehidupan nyatanya” adalah mengenai
bahaya perkataan-perkataan yang tidak benar dan jahat.
Mengapa kita harus mengontrol
perkataan kita? Mengapa kita harus memiliki perkataan-perkataan yang benar?
Mengapa kita tidak boleh mengeluarkan apalagi memelihara perkataan-perkataan
yang jahat dan tidak benar? Ada tiga alasan yang diperlihatkan oleh penulis
kitab Amsal; kita akan pelajari satu per satu.
1.
Sebab
perkataan yang tidak benar/jahat akan menjerat diri kita sendiri.
Amsal 12:13 mengatakan “orang jahat terjerat oleh
pelanggaran bibirnya” atau dapat juga diterjemahkan “orang jahat terjerat oleh
“bibirnya yang pernuh pelanggaran.” Bibir atau mulut yang penuh pelanggaran
membawa manusia pada jerat yang menjatuhkan dirinya sendiri. Omongan kita yang tidak
benar dan jahat akan membawa kita pada kejatuhan diri kita sendiri.
Istilah “terjerat” yang digunakan oleh LAI, dalam bahasa
ibraninya ada kaitannya dengan gagasan kail yang biasa digunakan saat seseorang
memancing. Gagasan ini digunakan untuk menegaskan bahwa mulut yang penuh dengan
pelanggaran akan membawa kita kepada kondisi seperti ikan yang terkena kail;
artinya apa? Membawa kita kepada kejatuhan yang serius.
Sebelum kita lebih lanjut memikirkan hal ini; mari kita
memikirkan “seperti apakah yang disebut ‘perkataan yang jahat atau tidak benar
itu”? Ada banyak perkataan yang dapat dikategorikan sebagai perkataan tidak
benar dan jahat; dua diantaranya adalah perkataan-perkataan
yang keras/kejam dan perkataan yang menipu.
Seperti apakah perkataan yang keras dan kejam itu? Saya
akan berikan 2 contoh yakni (i) kritik; (ii) makian. Pernahkah kita menerima
kritikan yang tajam? Gimana rasanya? Atau pernahkah kita mengkritik orang lain
secara tajam? Gimana reaksi orang yang kita kritik? Pernahkan kita dimaki orang?
Atau pernah kita memaki orang lain? Bagaimana rasanya? Sakit bukan.
Saya pernah mendengar kisah seorang pengurus gereja yang
sampai tidak mau lagi terlibat barang satu perlayanan pun karena ia merasa
sangat terluka dengan sikap orang-orang dalam gereja; saat ia mengerjakan tugas
pelayanannya, kemudian terjadi satu dua kesalahan, kemudian orang-orang dalam
gereja mengkritikinya secara tajam, orang tidak mau lihat hal yang positif,
namun cuma menyoroti hal yang negative.
Perkataan yang menipu atau tidak benar itu seperti apa?
Contoh yang paling jelas tentu saja adalah dosa bohong. Dosa ini merupakan dosa
yang begitu dekat dengan kehidupan manusia termasuk dalamnya orang-orang
Kristen. Dalam usaha/bisnis sering kali muncul anggapan bahwa jika kita tidak
mau bohong dalam usaha, kita bisa rugi, “lebih baik tidak usah dagang jika
demikian.”
Mengapa Perkataan yang tidak benar/jahat akan menjadi
jerat dalam hidup kita sendiri? Ada beberapa alasan yang kita bisa lihat.
Alasan yang pertama adalah sebab perkataan-perkataan yang tidak benar, yang
keras, kejam itu dapat merusak relasi kita dengan orang lain
Ada sebuah keluarga yang nyaris bercerai; kemudian saat
diberikan proses konseling; akhirnya terbukalah akar persoalan dalam rumah
tangga tersebut dimana hubungan suami istri dalam keluarga tersebut menjadi
rusak berawal dari perkataan suaminya kepada istrinya saat bertengkar “dasar
perempuan tidak berguna.” Mungkin suaminya sudah melupakan perkataan keras yang
dilontarkannya kepada istrinya, namun dampak dari perkataan tersebut melukai
hati sang istri hingga bertahun-tahun. Coba lihat dampak dari perkataan kejam
yang dapat merusak relasi kita.
Alasan yang kedua adalah sebab perkataan-perkataan yang
kejam, kasar ata tidak benar dapat merusak baik diri kita sendiri maupun masa
depan kita. Sebagai contoh; saya pernah mendatangi sebuah bengkel mabel untuk
membeli lemari; pada waktu itu, si penjual meminta uangnya dibayarkan
seluruhnya di muka; oleh karena tidak ada kecurigaan apapun, akhirnya saya
memberikan semua biaya untuk lemari tersebut. Satu minggi kemudian saat saya
mendatangi penjula tersebut, ia berkata bahwa barangnya belum selesai; minggu
depannya lagi ia berkata bahwa bahan bakunya tidak ada; minggu depannya lagi ia
berdalih dengan alasan yang lainnya lagi. Saya sadar bahwa saya telah kena
tipu; lalu saya berkata dalam hati “ngga apa-apa, kamu menipu saya, tetapi saya
tidak akan pernah membeli apapun di tempat dia.” Coba lihat, bukankah perkataan
yang tidak benar telah merusak reputasi dari orang tersebut dan merusak sendiri
masa depannya. Itulah danpak yang merusak dari perkataan yang tidak benar.
2.
Sebab ada
konsekuensi dari setiap perkataan yang kita gunakan entah itu benar ataupun
jahat.
Dalam Amsal 12:14 dituliskan “orang Setiap orang
dikenyangkan dengan kebaikan oleh karena buah perkataan, dan (seperti) orang
mendapat balasan dari pada apa yang dikerjakan tangannya.” Penulis kitab Amsal
sedang berbicara mengenai hukum tabur tuai; apa yang seseorang tanam, hal
tersebut pasti ia akan tuai. Sama seperti jika seseorang bekerja dengan baik
dan penuh tanggung jawab, maka ia akan menuai hasil pekerjaan yang memuaskan;
demikianlah juga dengan perkataan. Jika kita menggunakan perkataan-perkataan
yang baik dan benar, kita tidak mengeluarkan dan tidak memelihara
perkataan-perkataan yang jahat, kejam, dan menipu dalam mulut kita, maka
hal-hal yang baik itu akan kita dapatkan sebagai hasilnya atau buahnya. Namun
sebalknya, jika perkataan kita adalah jahat, kejam, menipu, dan tidak benar,
kita akan menuai juga konsekuensinya.
Tadi kita sudah membahas mengenai berbagai konsekuensi
dari perkataan jahat/tidak benar yang akan berdampak dalam hidup kita.
Perkataan yang jahat, kejam, menipu dapat merusak relasi kita dengan orang,
merusak masa depan kita bahkan merusak kredibiltas diri kita sendiri. Meskipun
demikian, kita harus tahu bahwa Alkitab ternyata memperlihatkan bahwa konsekuensi
dari perkataan jahat/tidak benar bukan hanya ada saat kita hidup dalam dunia
ini; konsekuensi itu bahkan harus kita tanggung setelah kita melewati dunia
ini.
Mari kita lihat apa yang Tuhan Yesus katakana kepada kita
dalam Matius 12:36-37: “setiap kata
sia-sia yang diucapkan orang harus dipertanggungjawabkan pada hari penghakiman.
Karena menurut ucapanmu engkau akan dibenarkan, dan menurut ucapanmu pun engkau
akan dihukum.” Lihat apa yang Yesus tegaskan, “setiap kata sia-sia yang
diucapkan orang harus dipertanggung jawabkan di hari penghakiman.” Itu berarti
(i) Ada yang namanya hari penghakiman; sungguh bodoh kita jika menyangka bahwa
hidup kita cuma ada dalam dunia ini sebab sesungguhnya ada hidup yang lain yang
harus dijalani dalam kekekalan setelah kita melewati “hari penghakiman.” (ii) Di
hari penghakiman, setiap kita harus memberikan pertangungjawaban. (iii) Salah
satu hal yang harus kita pertanggung jawabkan dihari penghakiman adalah “setiap
kata-kata” yang kita ucapkan yang sia-sia, yang hampa, yang tidak bernilai,
yang kejam, yang merusak orang lain, yang menipu, yang porno dst.
Jadi, jika kita selama kita mengatakan hal-hal yang kejam
terhadap sesama kita; kita kritik sesama kita tanpa memperhitungkan perasaan
mereka, atau kita menuduh orang lain misalnya saja pasangan kita sebagai orang yang
“tidak bertanggung jawab” saat ia melakukan kesalahan yang sebenarnya kecil
saja; atau kita maki-maki bawahan kita karena kerjanya tidak memuaskan kita;
maka SEMUA PERKATAAN TERSEBUT DICATAT OLEH TUHAN DAN HARUS KITA PERTANGGUNG
JAWABKAN DI HARI PENGHAKIMAN. Sama dengan hal itu, jika kita suka
menjelek-jelekan orang lain, kita suka bergossip saat ada orang yang terkena
satu masalah, kita menggunakan kebohongan dalam usaha atau bisnis kita; kita
fitnah orang lain, maka CAMKAN INI, SEMUA ITU AKAN ANDA BAWA SAMPAI HARI
PENGHAKIMAN.
3.
Alasan
ketiga, mengapa kita tidak boleh mengeluarkan atau memeliharakan perkataan-perkataan
yang jahat atau tidak benar adalah sebab perkataan kita mencerminkan siapa diri
kita.
Coba perhatikan lagi apa yang dikatakan oleh penulis
Amsal dalam ps 12:13 “Orang jahat terjerat oleh oleh bibirnya yang penuh
pelanggaran,” atau “orang jahat terjerat dengan bibirnya yang jahat.” Jadi,
bibir yang jahat merupakan ciri/karakter dari orang jahat. Jadi, apa yang kita
keluarga dari mulut kita sesungguhnya mencerminkan isi hati kita; apa yang
keluar dari mulut kita merepresentasikan kualitas dari hati dan hidup kita.
Masih ingat dengan perkataan Tuhan Yesus dalam Matius
12:37 yang tadi kita baca? Yesus berkata ““setiap kata sia-sia yang diucapkan
orang harus dipertanggungjawabkan pada hari penghakiman. Karena menurut
ucapanmu engkau akan dibenarkan, dan menurut ucapanmu pun engkau akan dihukum.”
Kalimat terakhir yang Yesus katakan, menarik perhatian
saya, mengapa Yesus berkata “menurut ucapanmu engkau akan dibenarkan, dan
menurut ucapanmu pun engkau akan dihukum?” Bukankah manusia diselamatkan ataukah
tidak berdasarkan imannya apakah ia percaya Tuhan ataukah tidak, mengapa
sekarang Yesus berkata bahwa manusia dihukum berdasarkan perkataannya?
Jawabannya adalah sebab perkataan itu
mencerminkan/merepresentasikan siapa diri kita sebenarnya. Coba lihat lebih
jauh apa yang Yesus katakan dalam Matius 12:33-35. Yesus melihat bahwa
perkataan seseorang itu seperti buah dari pohon; buah yang baik menunjukkan
bahwa pohon tersebut baik; buah yang tidak baik menunjukkan bahwa pohon
tersebut tidak baik; perkataan yang benar dan memuliakan Tuhan keluar dari
mulut dan hidup yang yang benar; sedangkan perkataan yang jahat, kejam, menipu
keluar dari orang yang hidupnya memang jahat, kejam, suka menipu alias tidak
percaya kepada Kristus.
Jadi, masalah dari perkataan yang jahat, kejam, tidak
benar bukan sekedar lahir dari kebiasaan, namun karena natur kita yang pada
dasarnya adalah jahat, kejam, dan suka menipu. Itulah sebabnya jika anda
berkata bahwa anda adalah anak Tuhan; anda adalah orang yang sudah dibenarkan,
anda adalah pengikut Yesus, maka apa yang keluar dari mulut anda haruslah
hal-hal yang sama dengan apa yang anda imani. Yakobus mengingatkan “tidak
mungkin sumber mengeluarkan air tawar dan air pahit dari mata air yang sama.”
(Yakobus 3:10)
Jadi, jika mulut kita ini selalu dipenuhi dengan
kejahatan; orang Kristen sejati bisa jatuh dalam dosa perkataan, namun ia tidak
selalu jatuh dalam dosa perkataan; itulah sebabnya jika mulut kita ini selalu
negative, yang ada selalu cuma kritikan, keluhan, kemarahan, kekerasan,
kekejaman dan kebohongan, itu semua menunjukkan bahwa anda belum mengalami
pertobatan sejati. Mulut anda adalah bukti nyata bahwa anda masih orang yang
berada dibawah kuasa dosa dengan natur hidup anda yang lama. Anda butuh keselamatan.
Pertanyaannya sekarang adalah bagaimana
kita bisa memiiki perkataan yang benar? Bagaimana kita bisa berubah?
1.
Anda
perlu kelahiran baru
Kualitas perkataan bukanlah persoalan komunikasi, namun
persoalan natur; kecuali natur kita diubahkan maka perkataan kita tidak mungkin
berubah. Kita mungkin bisa membatasi perkataan kita atau kita mungkin dapat
menjadi orang yang “ngirit ngomong,” namun tidak berarti kualitas perkataan
kita dapat berubah menjadi baik.
Perkataan itu ada yang dikeluarkan lewat mulut namun ada
juga yang tidak; orang yang ngirit ngomong atau dapat menahan diri untuk tidak
cepat ngomong mungkin tidak kelihatan bahwa ia memiliki banyak perkataan jahat;
namun hal tersebut tidak berarti dalam pikirannya tidak keluar
perkataan-perkataan jahat.
Saat kita di kritik kita mungkin bisa berpura-pura tabah
dan tetap tersenyum seolah-olah kita kuat, namun bukankah dalam pikiran kita
sebenarnya ada pemberontakan; melalui pikiran kita, kita berkata “dasar kurang
ajar nih orang berani-beraninya kritik saya, awas nanti, kalau ada kesempatan
gua balas kamu.”
Manusia itu tidak bisa berubah dari dirinya sendiri,
satu-satunya cara manusia dapat berubah adalah jika natur kita diubahkan,
itulah sebabnya kita perlu dilahirkan kembali. Jadi, fakta bagaimana kita
selalu berkata-kata yang jahat dan menyakitkan orang lain, tidak pernah bisa
berubah, menunjukkan anda adalah seorang yang masih bernaturkan dosa, dan anda
perlu anugerah Tuhan untuk mengalami kelahiran kembali.
Mungkin ada berkata “pendeta, saya ini sudah lahir baru,
saya sudah percaya Yesus dengan sungguh-sungguh, namun saya masih sering jatuh
dalam perkataan-perkataan yang salah; mengapa demikian?” maka ada aspek kedua
yang tidak kalah penting dalam proses pembaharuan hidup kita termasuk salah
satunya adalah pembaharuan perkataan, apakah itu? Pembaharuan pikiran
2.
Manusia
perlu mengalami bukan hanya lahir baru, namun juga pembaharuan pemikiran
Apa yang kita katakan sangat erat kaitannya dengan apa
yang kita pikirkan. Apa yang kita isi dalam kepala kita menentukan apa yang
akan keluar dari mulut kita. Pernah tidak anda mengalami bagaimana pola makan
anda mempengaruhi kualitas kesehatan anda. Apakah yang akan terjadi jika kita
setiap hari memakan makanan dengan kalori yang sangat tinggi, misalnya saja
setiap hari kita makan paket Burger dengan minuman bersoda dalamnya, bukankah
yang terjadi adalah kita menjadi kelebihan berat badan dan obesitas; dan ketika
kita mengalami hal tersebut bukankah kita kemudian jadi rentan terhadap
penyakit. Hal yang sama dengan itu, demikian juga demikian pikiran kita, apa
yang kita masukkan dalam pikiran kita akan membawa dampak pada apa yang akan
keluar dari mulut kita yakni perkataan-perkataan kita.
Itulah sebabnya Paulus menegaskan bahwa kunci untuk
“tidak menjadi sama dengan dunia ini adalah ‘mengalami pembaharuan pikiran.’” Pembaharuan
pikiran melibatkan belajar firman Tuhan; masalahnya adalah: (i) Banyak orang
merasa bahwa belajar firman Tuhan itu tidak penting atau tidak sepenting nyari
uang. Padahal Tuhan Yesus berkata “manusia hidup bukan dari roti saja, namun
dari Firman Tuhan,” tetapi kita tidak percaya dengan apa yang Tuhan katakan;
(ii) banyak orang malas belajar firman Tuhan; (iii) banyak orang tidak tekun dalam belajar
firman Tuhan.
Jika kita merasa tidak penting untuk belajar firman
Tuhan, malas dalam belajar firman Tuhan, dan tidak tekun dalam belajar firman
Tuhan makanya tidak heran kita jadi orang Kristen yang tidak mempunyai
kualitas.
3.
Manusia
perlu disiplin
Inilah kunci dari pada kitab Amsal “disiplin.” Tidak ada
keberhasilan tanpa disiplin; tidak ada yang namanya “pertumbuhan instan” dan
tidak ada yang namanya “kedewasaan dalam sekejap mata,” semua membutuhkan yang
namanya proses belajar yang harus dijalani dengan ketekunan.
Coba anda pikirkan, apa jadinya jika anda membangun
sebuah rumah dengan terburu-buru. Bisakah kita membangun sebuah rumah yang
bagus dengan cepat? Tidak bisa bukan; hal yang sama dengan bangunan hidup kita,
untuk menjadi seseorang yang benar-benar hidupnya berbuah, butuh proses yang
lama bahkan tidak mudah dan menyakitkan.
Disiplin dibutuhkan dalam proses pembelajaran kita untuk
membenahi perkataan kita; ada kalanya kita jatuh dalam perkataan yang tidak
benar bahkan jahat, jangan menyerah belajar lagi untuk menjadi lebih baik lagi.
Satu pagi saya membaca kitab Yakobus mengenai bahaya dari
lidah; uniknya adalah di hari itu justru saya menggunakan lidah saya dengan
cara yang salah dan saya hari itu belajar secara langsung apa dampaknya ketika
saya tidak kekang lidah saya dengan benar. Saya jatuh dalam dosa lidah hari
itu, namun saya coba bangkit lagi, belajar lagi dari kesalahan, dan terus
berusaha untuk lebih baik lagi; inilah disiplin.
Jadi, saat kita melihat diri kita jatuh dalam perkataan
yang salah, buruan minta ampun dan bereskan. Sebaliknya, jika kita melihat
pasangan kita atau rekan kita jatuh dalam perkataan yang salah, buruan ampuni,
beresakan dan berikan kesempatan bagi dia untuk berubah.
Penutup
Ada seorang pemudi yang mengalami ganggunan kepribadian;
walaupun ia adalah seorang yang memiliki penampilan yang manarik, namun ia
tidak pernah bisa dekat dengan orang lain; ia sering dianggap anti-sosial.
Pemudi ini tidak mengerti kenapa ia bisa menjadi demikian; ia kemudian
mendatangi seorang konselor untuk membantunya memahami akar persoalan dirinya.
Lalu si konselor menggunakan metode terapi alam bawah sadar untuk mencoba
menggali masa lalu dari pemudi ini; dalam salah satu sesi konseling, alam bawah
sadar di pemudi di bawa ke masa lalu, kemudian tiba-tiba suara si pemudi ini
berubah mirip seperti ketika anak-anak; si pemudi ini berkata “mami-mami,
kenapa kamu berkata “aku anak haram.” Rupanya hal itulah yang selama ini
merusak kepribadian si anak ini; perkataan dari ibunya saat ia kecil; mungkin
si ibu sedang emosi dan marah kepada suaminya dan melampiaskan kemarahan kepada
anaknya dan berkata “dasar kamu anak haram.” Mungkin ibunya sudah lupa dengan
apa yang dia katakan, namun perkataan kejam yang diterima anak ini membekas
dalam hidupnya meninggalkan sebuah luka yang mempengaruhi anak ini selama
bertahun-tahun bahkan hingga ini dewasa.
Adakah diantara anda yang pernah mengalami seperti anak ini, ada
perkataan-perkataan yang kejam yang anda terima dalam hidup anda; mungkin itu
dari orang tua anda; mungkin itu dari pasangan anda, mungkin itu dari suami
atau istri anda, mungkin itu dari rekan kerja anda atau atasan anda; mungkin
itu dari sesama jemaat di gereja anda, mungkin itu dari teman sekolah anda.
Tahukah anda “kekejaman yang anda rasakan dan simpan membuat anda lama kelamaan
menjadi orang kejam.” Jika kita mengalami hal yang seperti ini, inilah waktunya
bagi anda untuk datang pada Yesus, pandanglah wajahnya dan rasakan kasihnya.
Hanya Kristus yang dapat menyembuhkan dan memulihkan kita.
Adakah diantara anda yang seperti ibu tadi, yang tanpa
sengaja telah mengeluarkan perkataan-perkataan yang kejam yang telah
menghancurkan, merusak orang lain. Anda tahu itu, namun anda tidak mau menyelesaikan
hal itu. Bereskan hal tersebut hari ini; minta ampun pada Tuhan dan sepulang
dari tempat ini, minta maaf kepadanya.