Tema
kita hari ini menarik untuk dipikirkan. “Bertemu Tuhan dalam Nyanyian.”
Biasanya saat kita berbicara mengenai bagaimana cara kita bertemu Tuhan? Pada
umumnya kita akan mengatakan bahwa pertemuan dengan Tuhan itu melalui
pemberitaan Firman Tuhan atau melalui doa. Pertanyaannya adalah bisakah sebuah
nyanyian itu membawa kita untuk bertemu dengan Tuhan?
Tentu untuk menjawab pertanyaan
ini, kita harus melihat dalam Alkitab apakah sebuah nyanyian pujian dapat
digunakan sebagai sarana perjumpaan pribadi dengan Tuhan? Bacalah Ulangan
31:14-22
Dalam bagian
Alkitab yang kita baca, kita melihat bahwa Tuhan menggunakan nyanyian untuk
mengajar bangsa Israel. Cara Tuhan mengajar itu sangat kreatif, ada berbagai
cara yang Tuhan gunakan.Tuhan terkadang mengajar umat Tuhan secara langsung;
Tuhan panggil seorang Nabi, misalnya saja Yesaya, Tuhan berfirman kepada Yesaua
dan yesaya menyampaikan secara langsung pesan Tuhan kepada umat Tuhan. Namun,
Tuhan ternyata tidak hanya berbicara secara langung melalui mulut seorang nabi.
Dalam PL, kita pasti pernah membaca kisah mengenai Nabi Hosea yang disuruh
Tuhan untuk menikahi seorang perempuan yang tidak setia yang bernama Gomer.
Pernikahan Hosea dan Gomer adalah sebuah alat peraga yang Tuhan gunakan untuk
mengajar orang Israel megenai hubungan Tuhan dengan umat Israel. Hosea yang
diminta untuk tetap setiap kepada istrinya adalah gambaran dari Tuhan, dan
gomer yang selalu tidak setia adalah gambaran dari bangsa Israel. Kisah
hubungan Hosea dan Gomer dijadikan drama kehidupan yang mencerminkan hubungan
TUhan dan bngsa Israel.
Kita juga pasti
pernah membaca kisah Yunus yang diajar Tuhan melalui sebuah pohon jarak, yang
pada awalnya membuat yunus senang karena menudunginya saat kepanasan, namun
kemudian membuat Yunus marah karena pohon itu mati; dan Tuhan mengajar Yunus,
jika Yunus saja sayang dengan pohon, bagaimana Tuhan bisa tidak sayang dengan
ribuan orang di kota Niniwe yang hidupnya jauh dari Tuhan. Diantara sekian
banyak cara yang Tuhan gunakan untuk mengajar bangsa Isreal, Tuhan juga
ternyata menggunakan nyanyian sebagai cara dia menggajar umat Tuhan.
Itulah yang kita baca dalam Ulangan 31:19 dan 22 “Oleh sebab itu tuliskanlah nyanyian ini dan ajarkanlah
kepada orang Israel, letakkanlah di dalam mulut mereka, supaya nyanyian ini
menjadi saksi bagi-Ku terhadap orang Israel. … Maka Musa menuliskan nyanyian ini
dan mengajarkannya kepada orang Israel. Pada saat Musa sudah
waktunya meninggal dunia, maka Tuhan ingin Musa menyampaikan pesan-pesan
terakhirnya. Apakah pesan terakhir dari Tuhan melalui Musa? Lihat ayat 16-18.
Tuhan ingin
bangsa Israel tahu bahwa mereka akan melawan Tuhan di masa yang akan datang
(ay. 16) dan saat mereka melawan Tuhan maka Tuhan akan menghukum mereka dengan
berbagai kesusahan (ay. 17) dan hal tersebut dibuat Tuhan supaya mereka
mengerti bahwa dosa mereka telah membuat Tuhan berpaling dari mereka (ay.
17-18). Cara yang Tuhan inginkan supaya Musa gunakan dalam mengajarkan hal
tersebut adalah melalui menyanyikannya. Maka Musa kemudian mengajarkan bangsa
Israel nyanyian mengenai pesan Tuhan kepada mereka, mengenai apa yang mereka
akan alami dan sikap Tuhan saat mereka meninggalkan Tuhan.
Dengan demikian,
kita melihat bahwa nyanyian yang digunakan untuk mengajar bangsa Israel
sebenarnya adalah pesan Firman Tuhan sendiri. Nyanyian yang seperti ini pada
dasarnya tidak beda dengan pemberitaan Firman Tuhan, nyanyia seperti ini dapat
menjadi sarana bagi seseorang untuk mengalami perjumpaan pribadi dengan Tuhan.
Dari sinilah
kita belajar bahwa nyanyian pujian ternyata bisa digunakan untuk mengajarkan
kebenaran Firman Tuhan. Jadi, Firman Tuhan bisa diajarkan baik melalui
pemberitaan langsung misalnya saat firman Tuhan dikotbahkan, namun firman Tuhan
juga dapat diajarkan melalui bentuk nyanyian.
Menurut saya,
jika kita mau pilih lagu, pilihlah lagu yang memiliki nilai ajaran yang kuat.
Jangan sekedar pilih lagu yang enak dinyanyikan, namun muatan ajarannya
dangkal. Mengapa demikian? Sebab nyanyian adalah sarana yang bisa digunakan
untuk mengajarkan kebenaran Firman Tuhan dan nyanyian yang seperti demikian
dapat dipakai Tuhan sebagai sarana untuk membawa seseorang kepada pertobatan.
Kita juga
belajar bahwa nyanyian pujian seharusnya merupakan perpanjangan dari
pemberitaan Firman Tuhan. Itu berarti isi dari nyanyian pujian itu haruslah
“pararel” dengan pesan Firman Tuhan. Jika kita memilih lagu yang akan kita
nyanyikan, kita harus yakin betul bahwa isinya adalah sesuai dengan apa yang Tuhan
ajarkan. Itu juga berarti isi dari nyanyian yang benar haruslah benar dalam
syairnya.
Hal kedua yang kita bisa pelajari adalah
bahwa nyanyian itu digunakan oleh Tuhan bukan untuk menggantikan Firman Tuhan
namun untuk menjadi kesaksian bagi Tuhan. Dalam ayat 19 kita membaca bahwa
ditegaskan oleh Tuhan bahwa nyanyian yang berisikan firman Tuhan itu akan
“menjadi saksi bagiKu.” Apakah yang dimaksudkan oleh Alkitab dengan menjadi
“saksi”? Dalam dunia kuno, tugas dari saksi adalah menyatakan kebenaran atau
menceritakan hal yang benar; atau dapat juga dikatakan bahwa kesaksian itu
tugasnya adalah meneguhkan kebenaran.
Sesuatu yang
meneguhkan pada dasarnya berperan sebagai sesuatu hal yang menguatkan. Jadi
sesuatu yang meneguhkan tidak dibuat untuk menjadi penganti dari yang
diteguhkan. Dengan demikian, nyanyian itu fungsinya adalah meneguhkan firman
Tuhan; nyanyian itu digunakan untuk menguatkan pesan Firman Tuhan.
Ada kalanya kita
mendengar ada orang-orang yang ke gereja cuma mau “praise and worship” tapi
tidak mau ada pemberitaan Firman Tuhan.
Dalam sebuah
persekutuan kaum Muda, ada seorang pemuda yang antusias sekali dalam pelayanan.
Dia ajakin teman-temannya untuk mau ikut dalam kelompok kecil yang dirintisnya.
Satu kali anak muda itu datang kepada salah satu penginjil yang menjadi Pembina
pemuda, lalu pemuda tersebut mensahringkan apa yang direncanakannya, Dia
berkata kelompok yang akan dibangun itu adalah kelompok yang dalamnya terutama
akan melakukan “praise and worship” di dalam kelompok itu, kita tidak lagi akan
mempelajari Firman Tuhan, cuma shering dan nyanyi.
Ini adalah contoh dari sikap yang
kebablasan dari sebagian orang Kristen. Dimana nyanyian dan pujian kepada Tuhan
menggantikan pemberitaan Firman Tuhan. Hal ini tidak boleh terjadi sebab nyanyian
dan pujian (yang disebut sebagai “praise and worship”) mempunyai fungsi
menguatkan pemberitaan Firman Tuhan dan bukan menggantikannya. Maka
berhati-hatilah; kalau kita mau membuat acara nyanyian pujian, jangan buang
pemberitaan Firman Tuhan; dan jangan kurangi waktu untuk pemberitaan tersebut.
Sebenarnya
nyanyian pujian dalam ibadah Kristen—menurut saya--mempunyai dua fungsi. Fungsi
yang pertama terkait dengan apa yang
kita bahas hari ini, yakni nyanyian pujian yang digunakan untuk meneguhkan
ajaran. Fungsi yang kedua adalah
menjadi ekspresi hati kita kepada Tuhan.
Jenis pujian
yang seperti ini, kita akan dapati dalam kitab Mazmur. Misalnya saja dalam
Mazmur 51, disana Raja Daud menggunakan sebuah nyanyian untuk mengekspresikan
penyesalannya atas tindakan dia saat melakukan dosa perzinahan dengan Betseba.
Jadi, sebuah lagu pujian, bukan hanya memiliki bentuk pujian pengajaran, namun
pujian sebagai ekspresi hati kita kepada Tuhan.
Sebagai sebuah
ekspresi hati seseorang kepada Tuhan, maka nyanyian pujian itu haruslah
mewakili jiwa kita. Maka nyanyian pujian itu memang harus cocok dengan zaman
kita. Kita tidak bisa memuji Tuhan dengan nyanyian yang digunakan pada tahun
1800 sebab zaman waktu itu dan zaman sekarang berbeda.
Saya mengingat
ada sebuah lagu dalam KPPK yang mengunakan istilah “Yesusku mukhalisku … .”
Mungkin istilah tersebut di zaman sekarang sudah tidak digunakan sehingga
kalaupun kita menyanyikan lagu dengan istilah yang demikian, itu tidak bisa
kita hayati dengan baik, sebab kita tidak lagi memahaminya dalam zaman kita. Meskipun
demikian, pujian yang menjadi ekspresi hati bagi kita dalam menyembah Tuhan
tetap harus dilakukan dengan cara yang sopan dan tidak jadi batu sandungan.
Ada satu anak
muda yang kesenangannya adalah music Hard-Rock; Kemudian ayahnya melarang dia
untuk terus berkecimpung dalam kesenangan terhadap music Hard-Rock tersebut.
Alasan dari ayahnya adalah sebab music tersebut berakar dari ekspresi
orang-orang yang frustasi dengan hidup dan memiliki jiwa memberontak. Jika apa
yang dikatakan oleh bapak tadi benar, bagaimana jiwa dari music hard-rock itu
adalah pemberontakan, maka tipe music yang seperti ini jelas tidak bisa
digunakan sebagai ekspresi nyanyian pujian Kristen. Jadi, saat kita menggunakan
sebuah pujian sebagai ekspresi dari perasaan kita kepada Tuhan, kita harus uji
apakah nyanyian tersebut benar-benar netral artinya tidak menjadi batu
sandungan saat kita menyanyikannya.
Menurut saya
dalam sebuah ibadah yang baik, kedua jenis pujian yang kita bicarakan tadi,
yakni pujian yang digunakan untuk mengajar maupun sebagai ekspresi pujian kita
kepada Tuhan sama-sama diperlukan. Dalam ibadah hendaknya isinya bukan hanya
ekspresi perasaan kita kepada Tuhan, namun juga butuh nyanyian yang isinya
meneguhkan pengajaran Firman Tuhan. Sebaliknya dalam ibadah kita meman juga
membutuhkan pujian yang dapat menjadi sarana ekspresi kita dalam menyatakan
perasaan kita kepada Tuhan.