Saya sangat yakin, kebanyakan orang Kristen pernah mendengar istilah
orang majus. Kisah Alkitab yang kita baca, drama natal yang kita lihat, film
natal yang kita tonton, juga kotbah natal yang kita dengar, sering membicarakan
tokoh yang satu ini.
Bagaimanakah orang majus seringkali digambarkan? Yang paling
mencolok adalah orang majus seringkali digambarkan sebagai 3 orang ahli bintang
ataupun raja. Gambaran tiga orang tersebut nampaknya diambil dari kesan yang
muncul bahwa waktu orang majus tersebut bertemu dengan Yesus yang masih bayi,
mereka kemudian mempersembahkan mas, kemenyan dan mur (Mat. 2:11). Kesannya
adalah setiap orang membawa masing-masing satu jenis persembahan, dari sini
banyak orang menyimpulkan orang majus yang menjumpai Yesus berjumlah tiga orang.[1]
Beberapa kalangan tertentu juga menggambarkan orang majus sebagai ahli-ahli
bintang yang identik dengan ‘peramal.’ Alasan yang dikemukakan adalah cara
orang majus dalam melihat bintang yang kemudian mereka tafsirkan sebagai
kelahiran sosok raja tertentu adalah model penafsiran yang biasa dimiliki oleh
para peramal bintang. Gambaran ketiga yang juga sering dimunculkan adalah orang
majus digambarkan sebagai para raja. Gagasan yang mengatakan bahwa orang majus
adalah raja sepertinya berasal dari tafsiran Yesaya 60:3 bangsa-bangsa berduyun-duyun datang kepada terangmu, dan raja-raja
kepada cahaya yang terbit bagimu, perkataan cahaya yang terbit ditafsirkan
oleh beberapa kalangan sebagai peristiwa bintang yang menyala saat kelahiran
Yesus, sedangkan raja-raja yang
datang dianggap sebagai orang majus.[2]
Dari tafsiran inilah orang majus dipahami sebagai sosok raja.
Ketiga pandangan terhadap orang majus diatas menimbulkan persoalan.
Persoalan pertama adalah mungkinkah
tiga orang majus mampu menempuh perjalanan jauh dimana perjalanan tersebut
sangatlah berbahaya? Tentu jawabannya adalah tidak mungkin. Namun persoalan
baru muncul, jika memang orang majus
tersebut bukanlah tiga orang lalu mengapa dalam natal, kita masih sering
menampilkan bahwa orang majus itu hanya bertiga, bukankah hal tersebut namanya
mengajarkan hal yang salah? Persoalan yang kedua
adalah jika memang orang majus ini adalah para peramal bintang maka ada
masalah yang akan muncul, bagaimana
mungkin Allah memakai ramalan dalam memimpin orang kepada Kristus? Bukankah
Allah sendiri melarang umat Tuhan meramal? Bagaimana mungkin Allah sekarang
memakai ramalan? Apakah tafsiran mengenai sosok majus dalam Yesaya 60:3
bisa diterima?
Tulisan ini akan mencoba menjawab ketiga masalah di atas. Pendekatan yang akan saya gunakan untuk
menjawab persoalan di atas adalah dengan pendekatan gramatika dan konteks.
Pendekatan gramatika akan mencoba menelaah istilah yang digunakan dalam alkitab
terhadap tokoh yang disebut majus, sedangkan pendekatan konteks akan melihat
fakta-fakta diseputar kisah orang majus.
SIAPAKAH YANG DISEBUT MAJUS ITU?
Dalam berbagai terjemahan kitab suci, istilah majus (LAI) digunakan
dalam berbagai terjemahan. Misalnya saja, Revise Standard Version dan
Authorised Version menggunakan kata ‘wise man,’ sementara itu New International
Version dan New American Bible menggunakan kata ‘magi.’ Istilah Yunani
menggunakan kata ‘magoi.’
Dalam Perjanjian Baru istilah ‘magos’ (bentuk dasar dari istilah
‘magoi’) digunakan sebagai 6 kali, empat diantaranya muncul dalam Matius 2:1,7,
16 (dalam ay.16 istilah ‘magoi’ muncul dua kali) dan 2 lagi muncul dalam Kisah
Rasul 13:6,8 yang diterjemahkan sebagai tukang sihir.
Apakah arti dari istilah ‘magoi?’ Istilah ‘magoi’ memiliki 4 arti
yakni a) istilah ini menunjuk pada para pengamat bintang, b) istilah tersebut juga menunjuk pada
sosok tukang tenung c) istilah ini juga menunjuk pada jabatan khusus (imam)
selaku peramal d) istilah ini menunjuk pada arti tukang sihir.[3]
Dari keempat istilah ini nampaknya Alkitab menggunakan istilah ‘magos’ untuk
menunjuk pada kalangan pertama dari 4 arti istilah diatas, yakni para ahli
bintang, para pengamat bintang.
Di antaramu janganlah didapati seorangpun yang
mempersembahkan anaknya laki-laki atau anaknya perempuan sebagai korban dalam
api, ataupun seorang yang menjadi petenung, seorang peramal, seorang penelaah,
seorang penyihir, seorang pemantera, ataupun seorang yang bertanya kepada arwah
atau kepada roh peramal atau yang meminta petunjuk kepada orang-orang mati. Sebab setiap orang yang melakukan hal-hal ini
adalah kekejian bagi TUHAN, dan oleh karena kekejian-kekejian inilah TUHAN,
Allahmu, menghalau mereka dari hadapanmu.
Jadi adalah sesuatu yang kontradiksi
jika dalam peristiwa kelahiran Yesus, Allah sekarang malah memakai salah satu
dari ketiga kalangan tersebut (tukang tenung, peramal dan tukang sihir) untuk
memberitakan kelahiran Kristus pada orang-orang Yahudi di kota Yerusalem. Alasan
kedua adalah istilah ‘magos(-oi)’
dalam Alkitab PL
berbahasa Ibrani, tidak pernah digunakan dalam tempat lain kecuali dalam Daniel
1:20; 2:10 yang menunjuk pada sosok Daniel yang dididik menjadi seorang yang berilmu atau berhikmat.[4]
Saya yakin jika yang diajarkan kepada Daniel adalah okultisme, yakni sihir,
tenung dan ramalan, maka Daniel pastilah lebih
memilih mati dari pada mempelajarinya, sebab Daniel pasti tahu benar apa
yang Tuhan perintahkan dalam kitab Ulangan tadi. Jadi jelas, orang majus yang
dimaksudkan Alkitab bukanlah seperti dukun, mereka adalah kalangan ilmuan di
zamannya. Mereka adalah orang-orang seperti halnya Daniel, kalangan yang
dianggap dan dipandang berhikmat. Johannes Louw & Eugene A. Nida
menjelaskan dengan sangat baik istilah majus, mereka mengatakan orang majus
adalah ‘men of wisdom who studied the
stars.’[5]
Hal kedua yang menarik untuk diteliti adalah perkataan dari timur. Kalangan majus ini, oleh
Alkitab dikatakan berasal dari timur. Istilah dari timur secara harafiah
memiliki arti ‘terbit,’ istilah ini sepertinya digunakan untuk menunjuk arah
timur. Banyak kalangan mengartikan istilah ‘timur’ di sini sebagai daerah
Babilonia. Meskipun demikian, istilah timur sebenarnya tidak jelas, memang kota Babilonia dianggap kota yang menjadi pusat dari
pembelajaran ilmu perbintangan. Namun
istilah timur bisa juga menunjuk pada daerah Persia ,
Arab bahkan menunjuk bagian timur kota
Palestina. Menurut saya, kemungkinan orang majus tersebut berasal dari timur
Palestina sepertinya tidak mungkin. Mengapa demikian? sebab orang-orang Majus
ini pergi ke Istana Herodes untuk menanyakan dimanakah raja Yahudi dilahirkan. Kepergian orang-orang majus ke
Istana Herodes pastilah disebabkan karena mereka tidak tahu bahwa Herodes sebenarnya
bukanlah orang Yahudi. Hal ini menjadi indikasi bahwa orang majus pastilah
bukan berasal dari tempat diseputar Palestina namun ditempat yang cukup jauh
sehingga tidak mengetahui dengan persis mengenai isu-isu politik diluar
daerahnya. Oleh karenanya, hanya kemungkinan asal dari orang-orang majus tersebut
adalah dari Persia ,
Arab ataupun dari Babilonia. Oleh karena penulis Alkitab, tidak memberikan
petunjuk lain yang lebih rinci maka kita tidak bisa memastikan lebih lanjut berasal
dari manakah mereka.
Hal ketiga yang akan menjadi penelaahan kita adalah apakah
orang majus itu berjumlah tiga orang? Pasti tidak demikian. Istilah yang
digunakan oleh alkitab adalah ‘magoi.’ Istilah ini merupakan sebuah kata benda
dengan bentuk jamak. Artinya orang majus yang datang menemui Yesus berjumlah lebih
dari satu orang. Meskipun disini tidak dikatakan bahwa jumlah mereka bukanlah
tiga orang namun, penggunaan angka tiga memang tidak tepat. Mengapa demikian?
ada beberapa alasan yakni a) orang-orang majus tersebut membawa benda-benda
berharga, yakni mas, kemenyan dan mur, sehingga mereka pastilah membawa banyak
orang supaya aman dalam perjalanan b) kondisi perjalanan waktu itu sangatlah
rawan, era dimana Tuhan Yesus lahir adalah era dimana pemberontakan sering
terjadi sehingga orang-orang majus ini pastilah akan pergi dengan membawa cukup
banyak orang sehingga mereka aman dalam perjanjalan. Dua alasan ini nampaknya
cukup memadai untuk menyatakan bahwa orang majus yang pergi ke Palestina tidaklah
mungkin hanya tiga orang.
Hal keempat yang menarik untuk kita teliti adalah apakah
orang majus adalah para raja? Sebagaimana beberapa kalangan mentafsirkannya
menurut Yesaya 60:3. Perkiraan yang mengatakan orang-orang majus sebagai para
raja sepertinya juga tidak tepat. Kalangan orang berilmu adalah orang-orang
yang melayani atau berada dalam sebuah kerajaan namun mereka bukanlah raja.
Gambaran kitab suci bagaimana mereka membawa emas, kemenyan dan mur memang
menunjukan bahwa orang majus ini berasal dari kalangan terpandang misalnya saja
kalangan istana. Namun tafsiran yang mengatakan bahwa orang majus ini adalah
raja sepertinya tidak cocok dengan gambaran yang ditunjukann kitab suci,
misalnya Herodes menyuruh orang-orang majus ini untuk kembali ke istananya
jikalau mereka telah menemukan orang yang mereka cari, mungkinkah Herodes akan
memperlakukan orang-orang ini demikian, jikalau orang-orang majus ini adalah
para raja? Saya kira tidak mungkin.
KESIMPULAN DAN REFLEKSI
Jadi siapakah orang-orang majus ini? orang-orang majus bukanlah para
penyihir, mereka adalah orang-orang berhikmat dan berilmu di zamannya yang
mencari Tuhan melalui tanda alam yang dinyatakan bagi mereka. Tuhan memakai
ilmu perbintangan yang mereka amati untuk membawa mereka bertemu dengan Tuhan.
Jika kita selama ini sering salah memahami orang-orang majus, maka
setelah membaca artikel ini, saya berharap kita tidak lagi memahami mereka
secara keliru. Oleh sebab itulah, dalam sebuah perayaan atau drama natal, jika
orang-orang majus dimunculkan sebagai salah satu tokohnya, maka tokoh ini haruslah
ditunjukan dengan lebih tepat yakni bukan sebagai tokoh ‘tiga sekawan,’ dan juga
bukan tokoh seperti ‘dukun’ yang memegang buku seperti kitab ramal ataupun bola nasib. Ingat, mereka adalah peneliti
bintang, bukan dukun.
Bila kita melihat apa yang dialami oleh orang-orang majus, kita bisa
belajar beberapa hal penting yakni a) sebuah kebenaran umum (termasuk dalamnya
ilmu perbintangan) adalah juga kebenaran Allah, kebenaran tersebut menyatakan
keberadaan Allah secara umum, bahkan bisa mendorong manusia untuk mencari Allah
dalam hidup mereka. Jadi sungguh salah, jika kita memanggap kebenaran umum atau
ilmu sebagai musuh kekristenan. Alam adalah ciptaan dan milik Tuhan, oleh
karenanya adalah sesuatu yang tepat, jika Allah memakai kebenaran umum mengenai
alam dalam menyatakan keberadaan diri-Nya. b) kebenaran umum (termasuk dalamnya
ilmu perbintangan) tidaklah memadai, sama seperti orang-orang majus selaku
kalangan berilmu mau pergi mencari sang Raja Yahudi, demikianlah kalangan
berilmu haruslah menyadari bahwa ilmu saja tidak cukup, kita haruslah bertemu
dengan sang juru selamat secara pribadi. Saya yakin, di GKIm Hosanna ada banyak
orang yang didik sebagai ilmuan. Tidak sedikit, diantara kita bergelar Sarjana,
Master bahkan Doktor. Namun keilmuan tidaklah cukup, manusia memerlukan Tuhan
(baca: firman Tuhan) dalam hidupnya, bukan sekedar ilmu c) Seorang berilmu bisa
dipakai Allah dalam menyatakan kebenaran sesuai dengan ilmunya. Coba bayangkan
apakah jadinya jika yang pergi memberitakan lahirnya juru selamat adalah para
gembala domba dari Palestina? Pastilah berita mereka tidak akan didengarkan. Jangankan
untuk berbicara, untuk menghadap Raja-pun barangkali tidak akan bisa. Dalam
persitiwa kelahairan Yesus, Allah memakai orang-orang berilmu dari timur untuk
menyatakan kehadiran sang Raja Yahudi. Oleh karena merekalah yang menyampaikan
berita ini, maka tidak heran, jika seluruh kota Yerusalem menjadi gempar,
bahkan Raja Herodes sekalipun, memperhitungkan kabar yang dibawa oleh
orang-orang ini. Coba lihat Allah memakai orang-orang berilmu dalam rencana-Nya
sesuai dengan kapasitasnya.
-- Chandra Gunawan
[1] David Hill, The Gospel of
Matthew (NCBC, Grand Rapids: Eerdmans, 1972), p. 82.
[2] Bdk. Hill, Matthew, p.
82.
[3] Lih. Walter C. Kaiser Jr, dkk, Hard
Saying of the Bible (Illinois: IVP, 1996), p. 353.
[4] Kaiser dkk, Hard Saying of
the Bible, p. 354.
[5] Greek-English Lexicon of the
New Testament (Vol 1, NY: United Bible Societies, 1989), p. 358.